Anarkisme Suporter dn Krisis Sportifitas - Abulaka Archaida

Rabu, 21 September 2016

Anarkisme Suporter dn Krisis Sportifitas


Oleh: Abu Laka

                Dunia sepakbola Indonesia kembali dirundung duka seiring meninggalnya tiga fans yang diklaim suporter jakmania. Peristiwa tersebut menambah catatan hitam persepakbolaan Indonesia ditengah banyaknya problem yang menimpa PSSI. Belum selesai persoalan satu, datang lagi persoalan lain. Lantas, sampai kapan sepakbola kita akan bersih dari semua problem.

                dari banyaknya problem yang terjadi tentunya berpengaruh terhadap prestasi para pemain. Lihat saja prestasi para peunggawa timnas kita, nampaknya semakin hari mengalami degragasi. Melihat realitas ini, mestinya dari semua elemen dapat berintropeksi diri mengapa hal ini bisa terjadi?
                Sungguhkah fenomena ini faktor dominan karena menurunnya skill anak bansa Indonesia. Bagi penulis tidak demikian. Terbangunnya kualitas para pemian tidak terlepas dari bagaimana system yang dibangun. Bicara system, maka pemerintahnlah yang bertanggung jawab sebagai pemegang dan penentu kebijkan yang dilahirkan dalam system itu sendiri.

                Misalkan, andai saja system atau aturan yang di buat oleh pemerintah tegas dan dapat diaplikasi sesuai tujuan, tentu saja peristwa nahas yang menelan tiga korbam jiwa pada laga Persija Vs Persib tidak akan terjadi. Artinya peran dari pemerintah sangat signifikan dalam menciptakan kondusiftas keamanan, Kenyamanan dan keteriban baik bagi para pemian, penonton dan lebih umumnya masyarakat Indonesia.

                Sederhana saja, jika soal keamanan saja tidak terjamin, terus bagaimana para pemain akan leluasa untuk tampil yang terbaik untuk bangsa ini. Dari itulah peran pemerintah sangat dibtuhkan dalam membuat dan merealisasikan regulasi yang tegas, agar dikemudaian hari tidak terjadi lagi peristiwa-peristiwa yang melakui anak bangsa Indonesia.

Potret Karakter Bangsa
Terlepas peran dari pemerintah yang kurang maksimal membuat dan mngontrol aturan. Diakui atau tidak bahwa kejadian pengeroyokan suporter Jakmania juga menggambarkan karakter masyarakat Indonesia. Berawal dari ketidak puasan hasil yang dimainkan para club fans mereka, memunculkan anarkisme yang berujung menelan korban jiwa. Hal ini menunjukan prinsip sportifitas belum tertanam pada diri suporter bola di Indonesia. Apakah fakta itu mengindikasikan karakter bagsa kita?

Bisa saja benar dan juga salah. Bagi penulis tidak juga sepenuhnya anarkisme para fans bola menggambarkan karakter anak Bangsa. Mengapa demikian? Tentu saja jawabanya, bagaiman kita (baca; myarakat Indonesia) akan meralisasikan nilai-nilai legowo (sportif), sedangkan para elit saja tidak bisa sportif dalam membuat kebijakan dan menjalankan tugas bangsa. Fakta tersebut tercermin dari beberapa pronlem yang terjadi di tubuh PSSI, seperti dualisme kepemimpin, dualisme penyelenggara liga Indonesia, belum lagi perekrutan timnas yang tidak sesuai harapan rakyat Indonsia.

Apa yang penulis sebutkan diatas adalah sebagian masalah yang terjadi di tubuh PSSI, masih banyak persoalan lain yang belum terselesaikan. Tentu saja semua persoalan yang menimpa sepak bola kita akan berpengeruh di setiap linih dalam dunia sepak bola. Ironisnya, atas apa yang terjadi di organisasi bola yang paling tinggi di Indonesia di pertontonkan secara vulgar dihadapan rakyat Indonesia bahkan di mata Internasional.

Lihat saja yang baru terjadi ketika laga Indonesia Vs ….dengan skor yang sangat memalukan pasukan timnas dimata Internasional. Ternyata dalam penentuan para pemain timnas ada beberapa aturan yang tidak ditaati, dalam artian perekrutan tidak sesuai prosedur yang berlaku. Dari kasus ini menuntut Menpora turun tangan untuk ikut andil menyelesaikan. Tidak hanya menpora yang terlibat, bahkan FIFA pun harus ikut campur dalam penyelesaian masalah ini.

Dari kejadian ini dapat kita jadikan pelajaran betapa para pemimpin kita tidak bisa jadi teladan dalam memegang prinsip sportifitas. Sportifitas sebagai sebuah nilai yang seharus dipegang dan diterapkan oleh siapapun dan setiap lini kehidupan. Termasuk pemerintah sebagai pembuat kebijakan, mestinya sportif dalam menjalankannya. Artinya, semua elit harus taat pada semua aturan main yang telah dibuat oleh pihak yang berwenang.

Jika semua elemen menerapkan prinsip sportifitas mungkin tidak akan terjadi masalah dualisme kepemimpinan dan penyelenggara laga bergensi tersbut. Semakin tinggi prinsip sportiftas di pegang oleh para pejabat, maka akan semakin tinggi sikap legowo baik pihak yang menang ataupun yang kalah. Penulis yakin, jika para pemimpin kita bisa memberikan teladan dalam merealisasikan nilai sportifitas, maka dengan sendirinya para fans club bola lambat laun akan belajar dengan sendirinya.

Memang tidak muda bagi para elit untuk menerapkan sikap menerima lapang dada jika kalah dalam berkompetisi. Fenomena  itu sangatlah wajar bila terjadi di tingkatan elit pemerintah kita. Mengapa demikian, karena kebiasaan para elit kita dari dulu sampai sekarang yang tidak bisa ditinggalkan adalah lebih mengutamakan kepentingan kelompok dari pada kepentingan untuk orang banyak. Itu artinya, para pemegang kebjikan tidak hanya meikirkan prstasisi, kualitas pemian dan kenyamana fans dan masyarakat. Singkatnya, jika yang dihasilkan tidak menguntungkan golongan mereka, maka kemungkinan akan dibuat kebijakan atau gerakan baru yang dapat mengangkat kepentingan golongan mereka.

                Jika pemerintah menginginkan prestasi anak bangsa meningkat dan kejadian-kejadian menelan korban jiwa, maka bagi penulis wajib hukumnya para elit (pemerintah) memberikan contoh bahwa mereka adalah orang-orang yang berkomitmen memegang prinsip sportif. Indonesia memang berada pada situasi krisis teladan oleh para pemimpin Bangsa ini. Para elit saja tidak bisa mencerminkan sifat sportif yang notabene mereka adalah orang-orang yang terdidik, apalagi masyarakat biasa.

                Seharusnyanya kejadian nahas ini, dijadikan momentum bagi pemerintah untuk berbenah diri dari sekian persoalan yang menyelimuti di dunia persepak bolaan Indonsesia. Sebenarnya yang ingin saya katakan bahwa pemerintah sebagai pemegang kebijakan harus bertanggung jawab dari semua persoalan yang terjadi yang itu terkait dengan dunia sepak bola. Saya pikir, jika pemerintah mau membuka mata kemudian menjadikan peristiwa ini sebagai kelemahan dan kelalai dalam menjalan aturan yang sudah ada. Maka masyarkat (baca fans) juga akan belajar dari pemerintah. Sederhanya, masyarakat menganggap para elit  saja sudah menyadari hal demikian. Apa lagi kita sebagai rakyat biasa yang mestinya harus lebih dari peran pemerintah.

                Dengan dmikian masyarakat akan semakin dewasa ketika para elit mau berbena diri. Disinilah dibutuhkan teladan dari para pemimpin kita. Ketika teladan sudah ada dari para elit, maka rakyat akan semakin belajar nilai sportifitas yang kemudian akan diterapkan setiap mendatangi di laga-laga club kesayangan mereka. Jika prinsip sportifitas sudah menjadi ruh para fans dalam memberikan dukungan pada club tercinta mereka, maka tidak akan pernah lagi terjadi peristiwa berdarah dimanapun laga dimainkan.
                Maka sesungguhnya, tidak semuanya kesalahan anarkis yang terjadi pada penonton disalahkan kepada fans-fans fanatic terhadap clubnya. Semuanya harus mengkoreksi diri, terutama elemen pemerintah yang bertanggung jawab membuat kebijkan dan penyelegara semua laga di Indonesia. Harapan bersama, berangkat dari evaluasi atas segalah yang terjadi baik di level pemain, fans dan yang terpenting di level pemegang kebijakan, maka prestasi timnas Indonensia bisa memberikan senyum terhadap rakyat Indonesia dan tdak ada lagi keributan yang berujung menalan korba jiwa di manapun laga dilaksanakan.


                Jika semua itu dapat direalisasikan, secara otomatis wibawa sepak bola Indonesia akan meningkat dimata dunia Internasional. Harapan ideal tersebut adalah harapan kita bersama, dengan demikian adalah tugas bersama agar Indonesisa bagkit dari buruknya prestasi dalam satu dasawarsa terkhir ini. Dari itulah kita mulai dari sekarang, bukankah lebih baik terlambat dari pada tidak melakukan samasekali. Semoga. 

Tidak ada komentar:

@abulaka