Oleh : Muhammad Abulaka*
Jurusan manajemen dakwah (MD) adalah
jurusan termudah ditingkatan fakultas Dakwah. Bisa dimaklumi kalau jurusan MD
baru ada dua belas ditataran STAIN/ IAIN/ UIN dibelahan Nusantara ini (Data
FKM-MD : 2008). Jurusan MD menjadi sebelas seiring catatan hitam menimpa MD
STAIN Samarinda, diganti menjadi BPI. Adnya keluhan dari setiap pengurus
HMJ/BEM-J MD seluruh MD Indonesia, bahwa persepsi yang diberikan masyarakat, khusunya
mahasiswa baru yang mau mendaftar ketika
mendengar atau membaca profil, brosur maupun paflet, yang tercipta dikonstruk
berfikir mereka mesti MD hanya mencentak da’i-da’i yang handal. Pada hal Secara
kurikulum dan kemampuan out put mahasiswa MD dicetak untuk menjadi
leader dan administrator handal dilembaga-lembaga Islam maupun umum.
Itulah
sederat fakta yang terjadi di tubuh jurusan MD. Kemudian menjadi menarik untuk kita
diskusikan keeksistensiaan MD secara kelembagaannya. Apa lagi dalam konteks
internal MD UIN Suka Jogjakarta. Adanya kebijakan membuat dua
kosentrasi–Manajemen Manajerial Keuangan Islam (MKUI) dan Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM). Ditambah lagi adanya kebijakan dari Rektorat tentang penambahan
nama Fakultas Dakwah dan Multimedia. Karena Mahasiswa bagian dari elemen
akademika kampus, dealektika yang akan terus berlangsung, sehingga suatu
keniscayaan bagi mahasiswa (MD) akan mencari pertanyaan-pertanyaan yang perlu
dijawab pihak-pihak yang terkait. Diantraranya suatu keharusankah MD mengganti
nama? Adakah efek terhadap jurusan MD dari kebijakan panamabahan nama Fakultas?
Dan apakah jurusan MD cukup mempunyai format yang bagus tanpa didukung SDM
Dosen yang memadai?
Ditililk
dari perspektif sejarah, pandangan sementara yang saya pahami dari SK dibukanya
jurusan MD adalah berawal dari buruknya kondisi dakwah pada saat itu. Sehingga
mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mendirikan lembaga yang mencetak
para pelaku dakwah yang berkualitas. Kalau hiroh lahirnya MD karena misi dakwah
maka wajar peminatnya sedikit. Awal berdirinyapun terjadi tarik ulur anatara
elemen pemerintah (Depag RI ) dengan pihak kampus. Terkait hal itu ada yang
berpendapat, mengapa pihak Fakultas bersikeras untuk membuka jurusan MD. Kalau jurusan
bertambah maka anggaran yang diberikan oaleh pemerintah akan bertambah,
sehingga peluang proyekpun semakin banyak.
Terlepas dari sejarah mengapa jurusan
MD lahir, namun pada kenyataannya di kalangan MD Jogjakarta cukup diminati–mahasiswa
angkatan 2007 terbanyak setlah KPI. Dan yang lebih terpenting bagaimana pihak
jurusan dapat menghilangkan stigma-stigma negatif yang diberikan terhadap
jurusan MD dan juga tidak kalah penting dapat menjadikan MD jurusan yang
berkualitas. Hal itu dapat dilakukan mengemplemintasikan keseriusan dalam
bentuk menyediakan tenaga pengajar yang SDMnya berkualitas dan profesionalitas
juga didukunga dengan format (kurikulum dan kosentrasi) MD sesuai kebutuhan
zaman dan meneyediakan fasiltas-failitas yang mengdukung skill mahasiswa.
Berawal
dari kongres Mahasiswa BEM-J MD se-Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal
11-14 November 2007 di Kaliurang dan Auditorium Fakultas Dakwah. Dari event itu
berkembanglah wacana konversi jurusan MD ke Manajemen Islam (MI). Wacana
tersebut dicetuskan pada akhir rangkaian kongres, yang tertuang dilembaran rekomendasi kongres bagian B. III. membangun
jaringan luar bagian c. mengadakan audensi dengan Depag
RI terkait dengan masa depan jurusan MD, isi dari bahan audiensi tersebut salah
satunya perubahan Jurusan MD ke MI. Rekomendasi
merupakan hasil dari konsensus bersama yang kemudian akan dibumbingkan di Almamater
masing-masing. Al-hamdulillah hasil rekomenasi itu, selain disampaikan ke
seluruh kajur juga sudah diaudiensikan kedapag RI., kegiatan tersebut
dilaksanakan bersamaan PraRakernas dan Seminar Nasional yang dilaksanakan di
BEM-J MD UIN Syahid Jakarta. Di jurusan MD UIN Suka Jogjakarta sendiri sebenarnya
wacana perubahan nama MD sudah berkembang sebelum Kongres, bahkan didukung oleh
dekan Fakultas Dakwah yang masih menjabat pada saat itu, Bpk.Drs. H. Afif
Rifa’I, M. S.
Kalau
kita Fles back awal lahirnya MD UIN Suka
Jogjakarta, sebenarnya founding Fathersnya juga menginginkan namanya
Manajemen Islam. Akan tetapi ketakutan mereka masyarakat menganggap sama dengan
Madrasah Ibtidiyah. Kalau kepengin realistis mestinya harus kembali pada
keinginan awal, wang nyatanya mahasiswa menginginkan nama jurusannya Manajemen
Islam. Itu dari sudut pandang fakta lapangan, dari segi konsep pun saya kira
jika diganti dengan MI, semua orang akan memahami bahwa yang akan dipelajari
manajemen secara umum, bukan manajemen da’i.
Bicara soal nama, orang sering
mengatakan apa artinya sebuah nama. Namun, yang saya tahu nama adalah harapan
dari orang yang memberi. Sedangkan harapan adalah sebuah do’a. Tapi, dalam
konteks MD kta sudah tidak berbicara lagi bagaimana terminologi sebuah nama,
yang kita perbincangkan adalah fakta yang sudah ada. Realitas yang saya pahami
dari hasil analisis, orang dalam menjalani hidup banyak menggunakan paradigma
objektivitas. Dimana ketika alam pikirannya mempunyai ide, ia akan langsung menginterprestasikan
berdasarkan hasil yang dipandang secara kasat mata. Dengan demikian ketika
orang mendengar nama MD, maka yang ada ada di alam pikir mereka bahwa MD hanya
mencetak para da’i.. Itulah alasan dari semua pihak terutama mahasiswa, mengapa nama MD perlu diganti.
Saya
kira wacana ini sangat tepat dibumbingkan kembali seirng adanya penambahan nama
fakultas. Adanya isu yang berkembang MD akan diganti manajemen multimedia. Bila
hal itu terjadi, musibah besar bagi mahasiswa MD. Karena kebijakan tersebut
muspro dengan kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh pihak jurusan, seperti
lahirnya dua kosentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan Manajerial
Keungan Islam (MKUI).
Harapan
penulis lahirnya wacana ini perlu menjadi perhatian kita bersama, khususnya
pihak jurusan. Saya kira perlu mendengarkan aspirasi dari mahasiswa. Bukan kah
yang demikian termasuk bagian dari proses dialog yang dialektis. Sedangakan
dialog dalam ranah akademik merupakan bagian dari demokrasi pendidikan (Ma’arif
: VII-X.). Proses dialog yang dealektis pasti ada yang bertanya dan ada yang
menjawab. Siapa yang harus menjawab kita sudah bisa memahaminya bukan ?
Diskursus
ini tidak hanya berhenti disini saja. Tanggal 2–4 Desember ini FKM-MD akan
melaksanakan Rakernas di IAIN Wali Songo Semarang. Di event itu mahsiswa akan
mempertegas kembali kesepakatan yang telah dicetuskan satu tahun yang lalu.
Dengan demikian kita menginginkan pada semua pihak khususnya sahabat/i Md,
karena kita satu frem menginginkan perubahan yang lebih baik untuk terus
memperbincangkan wacana ini sampai pada akhirnya aspirasi kita didengar oleh
birokrasi. Dari sekian wacana dan problem keMD-an yang saya eksflor diatas adalah
sebatas baru yang kita ketahui, mungkin masih banyak lagi hal-hal lain yang
perlu kita cari problem solvingnya. Mari kita diskusikan di forum-forum
tertentu. Kan tradisi ilmiah juga bagian dari demokrasi pendidikan. Akankah
wacana itu mendapatkan solusi yang positif. Itulah kenapa pertanyaan besar kita
utoviskah perubahan nama MD ? Wallahu ‘Alam Bisshowaf
*Penulis adalah Ketua Umum
FKM-MD se-Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar