Rabu, 21 September 2016

Konversi Jurusan MD ke Manajemen Islam Utopiskah ?


Oleh : Muhammad Abulaka*

Jurusan manajemen dakwah (MD) adalah jurusan termudah ditingkatan fakultas Dakwah. Bisa dimaklumi kalau jurusan MD baru ada dua belas ditataran STAIN/ IAIN/ UIN dibelahan Nusantara ini (Data FKM-MD : 2008). Jurusan MD menjadi sebelas seiring catatan hitam menimpa MD STAIN Samarinda, diganti menjadi BPI. Adnya keluhan dari setiap pengurus HMJ/BEM-J MD seluruh MD Indonesia, bahwa persepsi yang diberikan masyarakat, khusunya mahasiswa  baru yang mau mendaftar ketika mendengar atau membaca profil, brosur maupun paflet, yang tercipta dikonstruk berfikir mereka mesti MD hanya mencentak da’i-da’i yang handal. Pada hal Secara kurikulum dan kemampuan out put mahasiswa MD dicetak untuk menjadi leader dan administrator handal dilembaga-lembaga Islam maupun umum.
            Itulah sederat fakta yang terjadi di tubuh jurusan MD. Kemudian menjadi menarik untuk kita diskusikan keeksistensiaan MD secara kelembagaannya. Apa lagi dalam konteks internal MD UIN Suka Jogjakarta. Adanya kebijakan membuat dua kosentrasi–Manajemen Manajerial Keuangan Islam (MKUI) dan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Ditambah lagi adanya kebijakan dari Rektorat tentang penambahan nama Fakultas Dakwah dan Multimedia. Karena Mahasiswa bagian dari elemen akademika kampus, dealektika yang akan terus berlangsung, sehingga suatu keniscayaan bagi mahasiswa (MD) akan mencari pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab pihak-pihak yang terkait. Diantraranya suatu keharusankah MD mengganti nama? Adakah efek terhadap jurusan MD dari kebijakan panamabahan nama Fakultas? Dan apakah jurusan MD cukup mempunyai format yang bagus tanpa didukung SDM Dosen yang memadai?
            Ditililk dari perspektif sejarah, pandangan sementara yang saya pahami dari SK dibukanya jurusan MD adalah berawal dari buruknya kondisi dakwah pada saat itu. Sehingga mendorong pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mendirikan lembaga yang mencetak para pelaku dakwah yang berkualitas. Kalau hiroh lahirnya MD karena misi dakwah maka wajar peminatnya sedikit. Awal berdirinyapun terjadi tarik ulur anatara elemen pemerintah (Depag RI ) dengan pihak kampus. Terkait hal itu ada yang berpendapat, mengapa pihak Fakultas bersikeras untuk membuka jurusan MD. Kalau jurusan bertambah maka anggaran yang diberikan oaleh pemerintah akan bertambah, sehingga peluang proyekpun semakin banyak.
Terlepas dari sejarah mengapa jurusan MD lahir, namun pada kenyataannya di kalangan MD Jogjakarta cukup diminati–mahasiswa angkatan 2007 terbanyak setlah KPI. Dan yang lebih terpenting bagaimana pihak jurusan dapat menghilangkan stigma-stigma negatif yang diberikan terhadap jurusan MD dan juga tidak kalah penting dapat menjadikan MD jurusan yang berkualitas. Hal itu dapat dilakukan mengemplemintasikan keseriusan dalam bentuk menyediakan tenaga pengajar yang SDMnya berkualitas dan profesionalitas juga didukunga dengan format (kurikulum dan kosentrasi) MD sesuai kebutuhan zaman dan meneyediakan fasiltas-failitas yang mengdukung skill mahasiswa.
            Berawal dari kongres Mahasiswa BEM-J MD se-Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 11-14 November 2007 di Kaliurang dan Auditorium Fakultas Dakwah. Dari event itu berkembanglah wacana konversi jurusan MD ke Manajemen Islam (MI). Wacana tersebut dicetuskan pada akhir rangkaian kongres, yang tertuang dilembaran  rekomendasi kongres bagian B. III. membangun jaringan luar bagian c. mengadakan audensi dengan Depag RI terkait dengan masa depan jurusan MD, isi dari bahan audiensi tersebut salah satunya perubahan Jurusan MD ke MI. Rekomendasi merupakan hasil dari konsensus bersama yang kemudian akan dibumbingkan di Almamater masing-masing. Al-hamdulillah hasil rekomenasi itu, selain disampaikan ke seluruh kajur juga sudah diaudiensikan kedapag RI., kegiatan tersebut dilaksanakan bersamaan PraRakernas dan Seminar Nasional yang dilaksanakan di BEM-J MD UIN Syahid Jakarta. Di jurusan MD UIN Suka Jogjakarta sendiri sebenarnya wacana perubahan nama MD sudah berkembang sebelum Kongres, bahkan didukung oleh dekan Fakultas Dakwah yang masih menjabat pada saat itu, Bpk.Drs. H. Afif Rifa’I, M. S.
            Kalau kita Fles back awal lahirnya MD UIN Suka Jogjakarta, sebenarnya founding Fathersnya juga menginginkan namanya Manajemen Islam. Akan tetapi ketakutan mereka masyarakat menganggap sama dengan Madrasah Ibtidiyah. Kalau kepengin realistis mestinya harus kembali pada keinginan awal, wang nyatanya mahasiswa menginginkan nama jurusannya Manajemen Islam. Itu dari sudut pandang fakta lapangan, dari segi konsep pun saya kira jika diganti dengan MI, semua orang akan memahami bahwa yang akan dipelajari manajemen secara umum, bukan manajemen da’i.
Bicara soal nama, orang sering mengatakan apa artinya sebuah nama. Namun, yang saya tahu nama adalah harapan dari orang yang memberi. Sedangkan harapan adalah sebuah do’a. Tapi, dalam konteks MD kta sudah tidak berbicara lagi bagaimana terminologi sebuah nama, yang kita perbincangkan adalah fakta yang sudah ada. Realitas yang saya pahami dari hasil analisis, orang dalam menjalani hidup banyak menggunakan paradigma objektivitas. Dimana ketika alam pikirannya mempunyai ide, ia akan langsung menginterprestasikan berdasarkan hasil yang dipandang secara kasat mata. Dengan demikian ketika orang mendengar nama MD, maka yang ada ada di alam pikir mereka bahwa MD hanya mencetak para da’i.. Itulah alasan dari semua pihak terutama mahasiswa,  mengapa nama MD perlu diganti.
            Saya kira wacana ini sangat tepat dibumbingkan kembali seirng adanya penambahan nama fakultas. Adanya isu yang berkembang MD akan diganti manajemen multimedia. Bila hal itu terjadi, musibah besar bagi mahasiswa MD. Karena kebijakan tersebut muspro dengan kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh pihak jurusan, seperti lahirnya dua kosentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan Manajerial Keungan Islam (MKUI).
            Harapan penulis lahirnya wacana ini perlu menjadi perhatian kita bersama, khususnya pihak jurusan. Saya kira perlu mendengarkan aspirasi dari mahasiswa. Bukan kah yang demikian termasuk bagian dari proses dialog yang dialektis. Sedangakan dialog dalam ranah akademik merupakan bagian dari demokrasi pendidikan (Ma’arif : VII-X.). Proses dialog yang dealektis pasti ada yang bertanya dan ada yang menjawab. Siapa yang harus menjawab kita sudah bisa memahaminya bukan ?
            Diskursus ini tidak hanya berhenti disini saja. Tanggal 2–4 Desember ini FKM-MD akan melaksanakan Rakernas di IAIN Wali Songo Semarang. Di event itu mahsiswa akan mempertegas kembali kesepakatan yang telah dicetuskan satu tahun yang lalu. Dengan demikian kita menginginkan pada semua pihak khususnya sahabat/i Md, karena kita satu frem menginginkan perubahan yang lebih baik untuk terus memperbincangkan wacana ini sampai pada akhirnya aspirasi kita didengar oleh birokrasi. Dari sekian wacana dan problem keMD-an yang saya eksflor diatas adalah sebatas baru yang kita ketahui, mungkin masih banyak lagi hal-hal lain yang perlu kita cari problem solvingnya. Mari kita diskusikan di forum-forum tertentu. Kan tradisi ilmiah juga bagian dari demokrasi pendidikan. Akankah wacana itu mendapatkan solusi yang positif. Itulah kenapa pertanyaan besar kita utoviskah perubahan nama MD ? Wallahu ‘Alam Bisshowaf

*Penulis adalah Ketua Umum FKM-MD se-Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar