Oleh : M. Abu Laka
SY *)
A. Konsep Dasar
Kepemimpanan dalan konsep sederhana adalah orang yang
memiliki kemampuan mengendalikan orang lain untuk mencapai tujuan. Semua orang mempunyai potensi
untuk memimpin, minimal memimpim diri sendiri. Kenyataan demikian, sesuai
konsep Allah menciptakan manusia berperan sebagai kholifatu fir ardi–pemimpin
dunia untuk menyampaikan risalah Allah.
Siklus
kepemimpinan merupakan suntullah yang berawal dari memimpin diri sendiri,
selanjutnya memimpin keluarga (khususunya bagi laki-laki). Sekiranya perjalanan
dalam memimpin keluarga dipandang berhasil oleh masyarakat sekitar, kemudian
masyarakat mempercayakan mempin komunitas tertentu. Pada ranah organisasi
(masyarakat) berawal dari level paling kecil, misalkan, karang taruna, Remaja
masjid, Kepala Desa, dll. Dan levelnya terus meningkat, jika kepemimpinan kita
dianggap berhasil.
Terlepas
dari apakah seorang pemimpin tersebut berlatar belakang orang intelektual,
petani, agamawan yang pasti semuanya bisa memimpin. Karenan siklus kepemimpinan
tersebut akan berjalan secara alamiah. Berawal sesorang bertanggung jawab diri
sendiri, kemudian jika sudah berkeluarga, otomatis ia akan menyesuaikan sesuai
kapasitas tanggung jawabnya. Pun selanjutnya demikian, hingga pada level paling
tinggi (presiden). Itulah gambaran singkat tentang kepemimpinan, adapun
pengertian lebih detail, saya akan mengungkapkan beberapa pendapat dari para
pakar, sbb :
1. Kepemimpinan adalah prilaku dari seorang
individu yang memimpin aktifitas-aktifitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang
ingin dicapai bersama (share goal) (Hemhill& Coons, 1957:7)
2.
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam
suatu situasitertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, kearah
pencapaian satuatau beberapa tujuan tertentu (Tannenbaum, Weschler &
Massarik, 1961:24)
3.
Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur
dalam harapan dan interaksi (Stogdill, 1974:411)
4.
Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada
dan beradadiatas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan rutin organisasi (Katz
& Kahn,1978:528)
5.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas sebuah kelompok
yang diorganisasi kearah pencapaian tujuan (Rauch & Behling, 1984:46)
6.
Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang
berarti) terhadap usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan untuk
melakukan usaha yang dinginkan untuk mencapai sasaran (Jacob & Jacques,
1990:281)
7.
Para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten memberi
kontribusi yangefektif terhadap orde sosial dan yang diharapkan dan
dipersepsikan melakukannya (Hosking, 1988:153)
8.
Kepemimpinan sebagai sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal
ini pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk
menstruktur aktifitas-aktifitas serta hubungan-hubungan didalam sebuah kelompok
atau organisasi (Yukl, 1994:2).
Tujuan Kepemimpinan
1. Mengupayakan kesejahteraan bagi orang banyak
sehingga menjadi berguna bagi semua orang. Bukan sebaliknya.
2. Menolong setiap anggota mengembangkan potensinya
secara penuh sehingga bisa lebih produktif dan efisien.
3. menolong kelompok dalam pencapaian tujuan atau
visi-misi pelayanan melalui kerja tim yang efektif B.Filosofi Pemimpin
“Jangan
berikan kekuasaan pada orang yang menginginkannya” demikian diungkapkan Mario
Teguh dalam acara Golden Ways. Apa yang diucapkan Mario sebenarnya
penyederhanaan dari adagium kekuasaan itu amanah, dalam amanah ada tanggung
jawab, dan amanah itu bukan dicari, namun Allah yang memberikan. Realitas yang
terjadi dimasyarakat Indonesia sekarang justru sebaliknya. Kekuasaan dicari
dengan menggunakan uang. Setelah kekuasaan didapatkan, ia tidak lagi berfikir
kewajiban apa yang harus lakukan, bagaimana mensejahterkan masyarakat, namun
yang tertanam dalam benaknya bagaimana caranya modal bisa kembali. Maka wajar
arus korupsi tak terbendungkan menerjang birokrasi kita saat ini.
Jika semua pemimpin negeri memiliki
karakter oportunis bagaimana nasib masadepan Indonesia. Dalam situasai yang
kian akut, krisis terjadi diberbagai level kehidupan, pengangguran kian
meningkat dan kemiskinan tidak menunjukan perubahan dari tahun-tahun yang dulu.
Orang-orang yang duduk lembaga pemerintah kita tidak bisa banyak berharapkan.
Semestinya mereka (baca:orang-orang birokrasi) membeli kepenitngan rakyat,
namun merampas hak rakyat dan terkadang perang antar lembaga demi kepentingan
pribadi.
Saya pikir saatnya kalangan pemuda
Islam, khususnya kalangan pesantren
melahirkan para pemimpin yang kompeten. Diakui atau tidak, penduduk kita
mayoritas beragama Islam. Pertanyaannya mengapa para pemimpin kita kebanyakan
tidak banyak paham ajaran Islam. Realitas ini menjadi kritik dan renungan kita bersama,
mengapa terjadi demikian? Jangan-jangan kita salah memahami konsep Islam secara
kaffah (universal). Sehingga mendikotomikan segala sesuatu, ada ilmu agama dan
umum, urusan dunia dan akhirat, sehingga berkutat pada satu arah saja.
Andaikan
kita dikasih amanah oleh Allah menjadi seorang pemimpin di kalangan tertentu.
Maka, ada beberapa filosofi yang harus dipahami. Belajar dari pohon pisang.
Sebagaimana pohon pisang tidak mau mati kalau belum berbuah, ditebangpun kalau
belum berbuah, akan tunas kembali. Menjelang kematian, karena sudah menghasikan
buah, pisang akan melahirkan anak-anaknya. Begitulah seorang pemimpin, jangan
mengundurkan diri, jika belum mencapai hasil yang memuaskan. Kemudian, sebelum
turun, harus melahirkan generasi baru yang berkualitas.
3.
Perspektif Islam
Pada tataran konsep Islam, syari’at
mengajarkan baik yang disampaikan Rosulullah dalam haditasnya, juga disebutkan
oleh Allah dalam kalamnya (Al-Qur’an). Salah satu hadits Nabi yang popoler
berbicara tentang kepemimpinan adalah ”setiap kamu pada hakikatnya adalah
pemimpin. Dan setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas mereka yang
dipimpin”. Kembali kekonsep awal-mendasar lagi-lagi setiap orang adalah
pemimpin. Berangkat dari konsep itulah, sebenarnya kita mesti menerima jika
diberi kepercayaan menjadi seorang pemimpin.
Hal ini, Penulis alami ketika masih
menyantri dikomplek L, yang pada waktu itu tidak punya keinginan sedikitpun
menjadi pengurus, justru diberi kesempatan. Kemudian diambil dan dijalankan, dengan
keyakinan kalau orang memberikan kepercayaan berarti orang disekitar menganggap
kita punya kemampuan untuk memimpin, ternyata bisa. Ya meskipun agak berat
rasanya, karena kemampuan dalam wacana agama minim. Tidak merendah lho, tapi
kenyataan, he...
Karena itu, seorang pemimpin
tidak harus paling pintar atau intelek. Dalam bukunya Al-Muqaddimah,
sosiolog terkemuka pada abad pertengahan Ibnu Khaldun menengarai, pemimpin yang
ideal bukanlah sosok yang paling intelek atau yang paling kuat secara fisik,
namun juga bukan sosok yang bodoh atau lemah. Pemimpin ideal adalah figur yang
paling mampu melakukan tiga orientasi tersebut.
Dalam konteks ini, setidaknya
ada tiga kecakapan yang harus terdapat dalam diri seorang pemimpin. Pertama,
kecakapan aspiratif. Mendengarkan aspirasi orang lain dan bertindak secara
aspiratif adalah hal yang paling utama dalam diri pemimpin. Sebab, pemimpin
berhadapan dengan nasib orang banyak. Kebijakan yang positif akan berpengaruh
langsung bagi kemaslahatan orang banyak.
Kedua, kecakapan
akomodatif. Yaitu, mengakomodasi aspirasi masyarakat yang ada sebagai cermin
kepentingan mereka. Aspirasi masyarakat tentu tak selalu sama. Sebaliknya,
pertentangan aspirasi sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Di sinilah
kecakapan akomodatif sangat dibutuhkan untuk menyaring, menerima, dan
merealisasikan aspirasi-aspirasi yang dianggap penting.
Ketiga, kecakapan
implementatif. Implementasi atas sebuah kebijakan membutuhkan kecakapan
tersendiri dari pemimpin. Sebab, tidak sedikit kebijakan yang sempurna di atas
meja, namun pelaksanaannya di lapangan amburadul. Di sinilah kontrol dan kerja
keras seorang pemimpin dibutuhkan (sebagaimana dikatakan Ibnu Khaldun), hingga
sebuah kebijakan membumi secara sempurna dalam kehidupan masyarakat luas.
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim
diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim
menunaikannya. Allah berftrman:
"Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu Imam bagi seluruh manusia.
"Ibrahim berkata: "(Dan aku mohon juga) dari keturunanku. "Allah
berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orangyang zalim." (QS.
al-Baqarah: 124)
Ayat ini menunjukkan pentingnya kepemimpinan dan manajemen
manusia. Nabi Ibrahim as menghadapi banyak ujian karena imannya. Dia dibakar.
Dia sendirian harus menghadapi kaumnya. Dia hancurkan berhala-berhala, dan
bahkan sampai nyaris menyembelih putranya sendiri. Setelah berhasil melalui
semua ujian ini, Allah SWT mengangkatnya menjadi Imam. Dengan demikian dalam
proses munuju menjadi seorang pemimpin maupau dalam menjalaninya ada banyak
cobaan siap menghampiri.
Allah SWT swbenarnya sudah memberikan gambaran didalam
al-Qur’an maupun melalui al-Hadits Rasul-nya, mengenai kriteria seorang
pemimpin. Dari kisah zulkarnain didalam surat al-Kahfi kita bisa menangkap
beberapa pelajaran khususnya dalam konteks kepemimpinan. Adapun kriterian
seorang pimpinan sejati yang tergambar dari gambaran diatas adalah sebagai
berikut:
- Seorang pimpinan itu harus memiliki kekuasaan
tetapi tidak takabur (sombong).
- Kekuasaan mutlak dimiliki oleh seorang pimpinan
agar ia dapat membuat kebijakan (policy) dan keputusan (decision) bagi
kepentingan umatnya.
- Pemimpin itu sebagai pelayan rakyat yag melayani
segala aspirasi rakyatnya.
- Pimpinan
itu menegakkan keadilan dan memberantas kedzaliman.
- Pimpinan
harus berusaha melindungi masyarakat dari gangguan baik yang datang dari
luar maupun dari dalam.
- Pimpinan
harus berorientasi pada kebaikan bagi rakyat yang dipimpinnya bukan bagi
dirinya, keluarganya atau teman-temannya.
D.
Pemimpin Paripurna
Topik ini penulis ambil dalam
bukunya M. Suyanto berjudul Smart Leadership Belajar dari Kesuksesan
Pemimpin Top Dunia. Maksud dari pemimpin paripurna adalah para pemimpin
yang menjalankan amanah sesuai syari’at Islam, dan imbalannya adalah surga.
Tentunya kita menginginkan hal yang demikian. Menurut Imam Ghozali yang ditulis
dalam bukunya At-Tibr al-Masbuk fi Nashihah memberikan nasehat pada para
pemimpin dengan sepuluh petua. Pertama, pemimpin harus mengetahui
kedudukan pentingnya kekuasaan.
Kedua,
mau mendengarkan petuah dari para ulma’. Ketiga, janganlah pernah
merasa puas dengann keadaan yang tidak pernah melakukan kezaliman. Keempat, jangan
bersikap bohong. Kelima, setiap kejadian menimpa dirimu, maka
bayangkanlah kamu salah seorang raktyat, meskipun kamu seorang pemimpin. Keenam,
janganlah kamu memandang rendah orang-orang yang memiliki kebutuhan yang
menunggu didepanmu. Ketujuh, jangan membiasakan sibuk mengurusi berbagai
keinginan seperti keinginan berpakaian mewah atau memakan makanan lezat. Kedelapan, setiap melakukan urusan landsilah
dengan kasih sayang, jangan dengan kekerasan. Kesembilan, raihlah
keridhoan rakyatmu melalui jalan sesuai syarai’ah. Kesepuluh, jangan
mencari keridloan rakyat dengan cara-cara yang bertentangan dengan syari’ah.
Rumah Indonesia, 31 oktober 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar