Lantunan
suara yang berbunyi buka….teruslah berjalan, diteriakan oleh para Shoimun setiap
menjelang maghrib. Dan tak terasa kita sudah memasuki lebih kurang setengah
dari bulan Romadhon 1429 Hijriah. Ketika bulan penuh berkah dan ampunan itu
akan tiba, banyak tradisi yang ditunjukan oleh masyarakat islam untuk
menyambutnya. Ada dengan cara minta maaf kepada sesama manusia yang
dikenal–kalau mahasiswa atau pelajar mungkin menggunakan media sms, mengirimkan
ucapan selamat dan permohonan maaf, sehingga ketika melaksanakan ibadah puasa
jiwa ini benar-benar siap karena sudah terlepas dari segala beban dosa atas
sesama hamba Allah. Ada juga yang menyambutnya dengan limpahan dosa, karena
mereka menganggap mempung belum puasa, maka dipuaskan dulu untuk berbuat dosa,
nanti bulan puasa bertobat. Apapun bentuk sambutan masyarakat, tidak penting
untuk debatkan, karena kita sedang membicarakan makna pesan yang terkandung
dalam puasa. Terlepas dari semua bentuk sambutan tersebut. Namun, yang pasti
seluruh umat islam di penjuruh dunia sangat bahagia yang tak terukur nilainya
dikalah Romadhon akan datang. Bagaimana tidak. Romadhon, Bulan penuh limpahan
rohmat yang diberikan Allah pada sepuluh hari pertama, bulan penuh dengan
mutiara ampunan yang dihadiakan Allah sepuluh hari pertengahan, dan bulan penuh
dengan kelipatan pahala yang dibonuskan Allah pada umat Islam pada sepuluh hari
terkhir atau yang sering kita sebut malam Lailatul Qodar (malam seribu
bulan).
Pada
dasarnya puasa romadhon merupakan kewajiban umat islam sebagaimana yang telah
digasriskan oleh Allah dalam Al-Qur’an pada surat Al-Baqoroh ayat 183. Ketika
kita melaksanakan perintah tersbut dengan mengharap ridlo Allah, maka terlepas
sudah kita dari kewajiban syari’ah dan kita akan dibalas oleh Allah sendiri berupa
pahala yang berlipat ganda, sebagaimana janji-Nya akan memberikan pahala puasa secara
langsung kepada anak adam yang berpuasa dengan sempurna. Sepintas kalau
dipahami ritual Manahan lapar dan minum tersebut akan berlalu begitu saja. Seakan-akan
pekerjaan yang dilakukan hanya untuk melepas kewjiban dan ajang mencari pahala.
Sebenarnya kalau kita gali lebih dalam, akan banyak iktibar (pelajaran) yang
terkandung dalam puasa romadhon tersebut. Terganutung kita memehaminya dan
pondasi niat yang kita taro dari awal puasa. Sebagaimana kata Rosulullah kalau
pekerjaan dunia tidak kita niati ibadah, seperti makan hanya dapat kenyang,
minum hanya dapat segar, olah raga hanya dapat badan sehat, tapi tidak dapat
pahala. Saya kira begitu sebaliknya dengan pekerjaan yang berbentuk amal
akhirot.
Sebagaimana
puasa, kalau kita memahami sebatas melepas kewajiban syari’at saja, maka kita
tidak akan mendapat iktibar yang terkait dengan urusan dunia. Pada hal kita
dinjurkan untuk belance leafe (hidup seimbang)–Hablu Minallah
(hubungan vertical, dengan Allah), Hablu Minannas (Hubungan horizontal,
sesama manusia) dan Hablu Minal ‘Alam (Hubungan Horizontal, dengan alam).
Menurut hemat saya ada beberapa hal yang bisa kita maknai dalam puasa baik dari
hikmah maupun pesan puasa yang terkandung didalamnya. Dari perenungan makna
tersebut akan memberikan perubahan kesadaran dalam diri kita–Kesadaran
solidaritas, bersosial, mendekatkan diri pada Allah, kesadaran asas manfaat
terhadap sesama dan masih banyak lagi kesadaran yang mengarah kepada berpikir konstruktif
dan inovatif. Jika semua itu bisa kita realisasikan, maka hadist Rosulullah
yang mengatakan “Barang siapa berpuasa dengan iman dan mengharap ridlo Allah,
maka dia akan seperti bayi yang baru dilahirkan” akan benar-benar sempurna. Karena,
tidak sebatas bersih dari segala dosa, tapi juga melahirkan insan-insan yang
berkarekter positif dan membangun peradaban umat manusia.
Sekarang
kita mencoba memahami pesan yang terkandung dalam puasa Bulan Romadhon. Pertama,
Puasa Romadhon membentuk kesadaran sosial, sehingga akan membentuk
solidaritas sosial dikalangan orang
miskin. Karena pada bulan puasa ini, seluruh umat islam, miskin kaya, rakyat
biasa, elit politik semuanya menahan lapar dan dahaga. Dalam proses menahan
bersama itulah ada pesan yang terkandung bahwa orang kaya bisa merasakan bagaimana
penderitaan orang miskin ketika mereka kekurangan, selanjutnya akan tumbuh
kesadaran sosial bagi orang-orang yang mau merenungkan hikmah dari puasa
tersebut. Kesadaran tersebutpun kita tak inginkan hanya tumbuh sebatas pada
bulan-bulan puasa. Namun, kesadaran tersebut akan menjadi karekter dalam
bergaul sehari-hari atas sesama. Dengan demikian sungguh luar biasa puasa
seseorang jika dua tingkat kesholehan ia bisa raih semua–Kesholehan iman
(bersih dari segalah dosa seperti bayi yang baru lahir) dan kesholehan Sosial
(terbentuk kesadaran solidaritas atas sesama manusia tanpa pandang bulu). Allah
Humma Amiin. Amiin Ya Allah.
Kedua, ada hadits Nabi
yang mengatakan Shumuu Tashihuu, ”Puasalah kamu, maka kamu akan sehat”. Dari hadits diatas Dapat kita pahami bahwa
puasa dapat menyehatkan bada secara fisik bukan menjadikan kita lemah. Maka
tidak ada alasan bagi kaum profesi apapun untuk tidak puasa dengan alasan
karena puasa membuat lemah ketahanan tubuh. Ternyata hadits
Rosulullah tidak sekadar kata-kata mutiara agar orang mau berpuasa. Dari segi
ilmu kesehatan, hasil penelitian tim dokter dalam tubuh manusia ada kotoran
yang tertimbun akibat dari metabolisme makanan yang dikonsumsi selama satu
tahun. Dan selama satu bulan tersbebut akan dikeluarkankan dengan sendirinya
oleh alat reproduksi masnusia dengan jalan menahan makan dan minum selama
sebulan full. Kalau kita maknai secara mendalam sehat tersebut tidak sebatas
pada wilayah fisik, tapi juga demensi akal dan pikiran. Mensana koperesana, akal
yang sehat terletak pada badan yang sehat. Akal yang sehat menghasilkan pi kiran
yang jernih. Seseorang yang memiliki pikiran yang jernih akan melahirkan
inovasi baru dalam perjalanan hidupanya. Dengan demikian kesadarannyapun terbangun
baik dewasa dalam berfikir dan berpikir masadepan dalam bertindak.
Ketiga,
dalam bulan puasa romadhan kita sering mendengar kata-kata mudik. Bahkan
dikalangan mahasiswa dan pelajar sebagai orang perantauan sudah tidak asing
lagi. Karena diakhir puasa mereka sibuk melihat tanggalan untuk menentukan hari
yang tepat mudik. Tradisi mudik dilakukan setiap kalangan, kaya, miskin, orang
biasa atau pelajar, yang pasti semua mereka yang menyandang status orang
perantauan. Aktivitas tahunan itu dilaksanakan pada menjelang hari
raya idul fitri. Mudik kalau kita pahami hanya sebuah proses aktivitas maka
mudik sebatas ritual rutinitas tahunan yang mengiasi bagian dari keceriaan
bulan suci ini. Mari kita amati, biasanya mereka yang pulang kekampung membawa
uang banyak dari hasil kerja keras selama mencari nafkah. Realitas tersebut
akan mendongkrak perekonomian dikampung-kampung, karena nilai uang yang beredar
bertambah.
Dari
mereka banyak membawa rezeki dari Allah, tentunya ada keinginan berbagi rasa
atau bentuk rasa syukur kepada Allah dengan cara memberi sesuatu baik berupa
duit, makanan, barang kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Itu artinya
mereka memberikan pelajaran kepedulian sosial pada kita semua, bagaimana hidup
berbagi, saling memberi dan tolong menolong menerapkan atas sesama. Dari hanya
sebuah aktivitas ternyata mudik juga memberikan dampak positif dalam wilyah
ekonomi, sosial dan speritual. Makna mudik pada wilyah spiritual dapat kita
temukan dalam Al-Qur’an. Tradisi mudik dalam Al-Qur’an dapat kita ejawantakan dengan kembali kepada ampunan Allah. Dalam kontks ini, Allah
berfirman; Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa
(Q.S. Ali Imran/133). Firman Allah tersebut berbicara mengenai perintah agar
kita segera "mudik" dengan cara kembali kepada ampunan Tuhan.
Tentunya momentumnya sangat tepat kalau perintah dalam ayat tersebut kalau kita
terapkam dalam bulan yang penuh maghfiroh ini.
Sebagaimana tujuan dari mudik kita
adalah pulang ke kampung halaman agar bisa berjumpa keluarga, sehingga menambah
puncak kebahagiaan dalam merayakan hari kemenangan. Begitu juga ketika kita ’mudik’
menuju ampunan Allah, karena kita menginginkan puncak kenikmatan berupa surga
yang akan diberikan oleh Allah kepada orang-orang bertaqwa. Tentunya dalam
melaksanakan tradisi mudik banyak hal yang harus dipersiapkan, seperti
barang-barang yang akan dibawah, oleh-oleh untuk keluarga dan masih banyak
lagi, dengan tujuan agar mudiknya berjalan dengan lancar. Sama halnya ketika
kita ’mudik’ menuju ampunan Allah, kita harus mempersiapkan bekal amal ibadah
yang banyak. Mungkin dalam waktu yang dekat kita perbanyak amal ibadah dalam
bulan penuh berkah ini, perbanyak melantunkan kalimat istighfar sebagai tanda
permohonan ampun. Semakin banyak dan mantab bekal yang kita bawa maka peluang
mudik kita akan sesuai rencana.
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar