Oleh : M. Abu
Laka SY *)
Realitas anak
masa kini adalah gambaran masa depan Bangsa. Merawat dan mempersiapkan anak bagian dari investasi
berharga dalam pembangunan sebuah Negara. Tidak salah ada kredo mengatakan
generasi muda harapan kita untuk membangun Indonesia yang akan datang.
Berbicara generasi muda, tidak bisa terlepas dari dunia anak-anak. Karena kualitas,
kecerdasan dan kemampuan seorang dikala sudah dewasa (baca : generasi muda)
akan ditentukan masa kecilnya.
Sejarah telah
mencatat setiap momentum penting yang terjadi di negeri ini, kaum muda selalu
berada digarda terdepan. Fakta tersebut memperkuat adagium generasi mudah adalah
ujung tombak kemajuan Bangsa. Jangnan pernah bermimpi negeri kita akan memiliki
generasi muda yang cerdas, SDM berkualitas dan berjiwa nasionalis tinggi tanpa
memberikan ruang kemerdekan penuh pada anak–bebas berekspresi (dalam batas
norma), mengeluarkan pendapat, mengembangkan bakat dan memberikan kenyamanan
hidup selayaknya dalam level keluarga, sekolah dan masyarakat.
Begitu
berharganya masa depan anak kita. Selayaknya orang tua memberikan pendidikan
secara maksimal pada anak-anak mereka. Pun pemerintah harus memperhatikan
secara serius atas realitas anak-anak Indonesia. Apakah mereka (anak-anak)
sudah mendapatkan kehidupan yang layak sebagaimana hak-hak mereka?.
Mengapa
Penulis mengajukan pertanyaan ini, karena setahun yang lalu Seto Mulyadi pernah
mengatakan bahwa anak-anak Indonesia belum bisa merasakan dunia bermainnya
dengan nyaman. Salah satu penyababnya tayangan televisi lebih banyak program
orang dewasa, kekerasan, dan gosip dan keluarga terkadang menyepelekan pendapat
anak.
Potret Buram
Anak
Disadari atau
tidak dalam kehidupan sehari-hari anak terkadang menjadi korban kekerasan
mental baik dari kalangan keluarga maupun masyarakat umum. Anak dianggap
manusia dibawah umur. kemudian tercipta mind-set
tidak penting mendengarkan pendapat mereka.
Adalah
realitas tak terbantahkan bahwa acap kali anak mengalami diskriminasi dalam
mengemukakan pendapat. Padahal sudah jelas hak anak termaktub
dalam salah satu Konvensi Hak Anak (KHA) adalah penghargaan pendapat anak yang
tertuang dalam pasal 12 ayat 1 (KHA) yang dijelaskan oleh pemerintah Indonesia
dalam Kepres No 36/1990.
Problem mental
yang terjadi dalam dunia anak akan berdampak fatal untuk keberlangsungan
hidupnya. Jangan salahkan anak kalau mereka melampiaskan ketidak puasan dan ketidaknyamanan
dalam kehidupan keluarga dengan melakukan kegiatan negatif diluar rumah. Sangat
beralasan anak yang melakukan hal-hal yang melanggar norma seperti penggunaan
narkoba, tawuran dan tindak kekerasan lainnya di masyarakat, maka yang
disalahkan pertama kali adalah orang tua. Demikian, karena lingkungan keluarga
menjadi faktor utama membentuk kepribadian seorang anak.
Problematika
yang dialami anak-anak diatas disebabkan faktor kurangnya kontrol, yang
diberikan keluarga pada anak. Belum lagi potret buram anak Indonesia akibat
dari pergaulan (eksternal keluarga) sehari-hari dan lemahnya pengawasan dan
pencegahan dari pihak yang berwenang (Pemerintah).
Kalau kita amati beberapa tahun terakhir ini
sering terjadi kejahatan terhadap anak, seperti kerja paksa, trafficking, pelacuran anak, dan juga
nasib anak-anak jalanan dan di pengungsian yang tidak mendapatkan hak
selayaknya.
Begitupun dalam ranah pendidikan,
anak-anak mengalami kendala. Data menyebutkan catatan hitam dunia pendidikan
anak : angka putus sekolah, tahun 2005/2006 menunjukkan sebesar 2,96 % untuk
SD/MI dan 1,6 % untuk SMP/MTs; (d). angka melanjutkan sekolah, tahun 2005/2006
mencatat hanya 72,5 % anak yang melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP/MTs.
Lebih mengerikan, data di Badan
Narkotika Nasional menyebutkan anak korban penyalahgunaan narkoba, 70 % dari 4
juta pengguna narkoba adalah anak berusia 4-20 tahun atau sekitar 4 % dari
seluruh pelajar yang ada. Sedangkan kasus AIDS/HIV, hingga Desember 2005 terdapat
4.243 kasus HIV, dan 5.320 kasus AIDS. Dari jumlah tersebut 438 kasus terjadi
pada anak usia 0-19 tahun. Ditambah data terbaru dihitung dengan
prosentase, kasus narkoba di Indonesa periode tahun 2004–2008 (selama
pemerintahan SBY-JK) pertumbahannya 40,05 % /tahun (Sumber : Dit IV/Narkoba,
Januari 2009). Dengan demikian pelaku dibawah umur pun bertambah.
Lantas bagaimana masa depan mereka
kalau keadaan tersebut dibiarkan bageitu saja. Bukankah semua anak berhak
mendapatkan pelindungan dan kehidupan layak. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dipimpin langsung oleh
pemerintah melalui instansi terkait maupun Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) yang berdasarkan UU No23/2002 ditugaskan untuk mengawal penyelenggaraan
perlindungan anak Indonesia. Pertanyaannya apakah pemerintah sudah menjalankan
amanat UU tersebut?
Tugas Bersama
Menyiapkan, merawat dan menjaga anak
adalah tugas bersama. Pun agama mengamantakan demikian. Dalam artian memberikan
kehidupan nyaman dan menyelamatkan anak dari segalah tindak kejahatan yang
merusak masa depan anak menjadi tanggung jawab semua pihak. Menurut hemat Penulis
ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam mempersiapakan masadepan anak.
Pertama, lingkungan keluarga memberikan
suasana nyaman terhadap anak. Ketika anak sudah merasakan bahwa keluarga adalah
bagian dari kehidupannya, maka akan memperkecil anak dari perbuatan yang tidak
diinginkan, karena meraka lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga.
Kedua, Pihak Sekolah tidak hanya memberikan pelajaran
hanya sekedar melepas kewajiban. Namun, lebih dari itu, seorang guru juga
memperhatikan kehiupan anak murid. Sehingga ketika siswa memiliki masalah, guru
bisa membantu menyelesaikannya. Dengan demikian anak didik akan meresa nyaman,
karena adanya iktan kekeluargaan yang sarat akan kasih saying, perhatian dan
empatik dari seorang guru.
Keitga, Elemen pemerintah selayaknya membuat regulasi
yang mempertimbangkan hak anak. Langkah awal yang harus dilakukan pemerintah
adalah meminta instansi-instansi terkait agar meningkatkan peran lembaganya
untuk mengatasi pelbagai masalah yang dialami nak-anak. Beberapa kasus anak
diatas harus menjadi perhatian serius dari Pemerintah terpilih nanti.
Program lain yang dapat dilakukan
Pemerintah memberikan pembelajaran dan imbauan pada masyarakat betapa
pentingnya merawat anak. Dengan menganggap menyelamatkan masa depan anak tugas
berjamaah. Saya meyakini beberapa tahun kedepan anak Indonesia terhindar dari
segalah tindak kejahatan yang mengancam masa depan mereka. Semoga.
“Naskah Opini”
Dimuat di Harjo, 24 Juli 2009
Diutulis dari jam 05.30-09.30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar