Kamuflase Sekolah
Gratis
Oleh : M. Abu Laka
SY*
Lagi-lagi
pemerintah tidak konsisten dan “membohongi” rakyat. Pernyataan itulah yang
pantas ditujukan pada Pemerintah dalam menjalankan amanat UUD 1945 Bab XIII Pasal 31 (2). Sebagaimana
disebutkan dalam UU tersebut setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Dari
orde baru sampai pemerintah sekarang, idealisme anggaran pendidikan 20 % hanya
sebatas di UU, rapat DPR dan meja seminar. Namun, pada kenyataannya tidak pernah
terealisasi. Pun demikian kebijakan Pemerintah sekolah gratis 2009 melalui dana
BOS yang dicairkan mulai Januari lalu. Dengan demikian sekolah dasar, SMP dan
SMA gratis.
Tak tanggung-tanggung
untuk melegetimasi kebijkan tersebut pemerintah membuat iklan sekolah gratis dibintangi
Cut Meme. Ditayangkan sejak April lalu. Maka, muncul pertanyaan apakah pantas iklan
tersebut ditayangkan. Sedangkan realitas yang terjadi justru sebaliknya ? Fakta
terjadi di lapangan masih banyak sekolah memungut bayaran pada wali siswa.
Padahal masyarakat terlanjur memahami sekolah gratis dari iklan yang dibuat
pemenrintah.
Belum lagi,
munculnya sekolah-sekolah bertaraf Internasional (SBI). Logika yang digunakan
pemerintah agar menghasilkan out-put yang berkualitas dan mampuh menembus
pendidikan luar negeri, maka dipandang perlu SBI. Namun, tak semua orang bisa
bermimpi menyekolahkan anaknya di SBI. Bagi orang tua ingin memasukan anaknya
harus merogo kocek jutaan rupiah. Dengan demikian, kebijkan tersebut menguatkan
adagium menjadi orang pintar (sekolah) hanya milik orang kaya.
Sebagimana
kita ketahui dasar hukum BOS adalah UU no 20/2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mengamanatkan kepada pemerintah dan
pemerintah daerah (pemda) untuk menjamin terselenggaranya wajib belajar pada
jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Pula UU Sisdiknas No 20/2003 pasal 50 ayat 3 mengamanatkan
pada pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya
satu-satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi
satuan pendidikan bertarap internasional.
Pada ranah inilah terdapat
kontradiksi dan ketidak konsistenan pemerintah dalam merealisasikan pendidikan
gratis. Satu sisi pemeritah bertanggung jawab penuh atas biaya sekolah. Sisi
lain Pemerintah membuka peluang pemerintah daerah menyelenggarakan SBI yang
notabene biaya mahal (UU sisdiknas
no 20/2003 pasal 50 ayat 3).
Kalau memang pemerintah konsisten
sekolah gratis, maka idealnya SBI pun bebas dari pungutan. Selagi masih ada
sekolah-sekolah memungut bayaran tinggi dengan dalih berkualitas. Maka bagi
Penulis pendidikan belum bisa dikatakan gratis. Realitas demikian tetap
memunculkan dikotomi ada sekolah orang kaya dan sekolah orang miskin. Sedangkan
logika pendidikan gratis adalah semua kalangan bisa bersekolah dan tidak ada
kastanisasi sekolah dan siswa.
Memahami realitas diatas, dapat
ditarik konklusi sekolah gratis yang didengungkan pemerintah tidak sepenuya
menjadi kenyataan. Dan memang faktanya demikian–ketidak konsistenan UU yang
dibuat pemerintah. Ada beberapa pertanyaan kritis dari rialitas ini.
Ada apa dibalik iklan gratis
(bertepatan momentum pilpres) yang terkesan dipaksakan. Bagi Penulis–tak
berlebihan–iklan gratis versi pemerintah adalah “kamuflase” belaka untuk
mengambil simpati masyarakat dan menggiring opini publik bahwa pemerintah sudah
menjalankan kewajiban konsitusi anggaran pendidikan 20 %. Kembali kepersoalan pendidikan
gratis. Dinegeri ini belum pantas menyandang sekolah gratis.
Pada wilayah fundamental
(baca:pendidikan) saja, pemerintah tidak bersikap politicl will, apa
lagi pada rana kebijakan yang lain. Padahal pendidikan merupakan instrument
vital dalam membangun karakter sebuah Bangsa. Bukankah Soekarno pernah berkata,
membangun kekuatan ekonomi, politik dan budaya itu penting, namun ada yang
lebih penting lagi, yaitu membangun karakter (character building) Bangsa
Indonesia. Semoga.
*) Penulis adalah Mahasiswa Manajemen Dakwah (MD)
Fakultas Dakwah UIN Sunan
Kalijaga
Yogyakarta
Hp 085643975045
No Rekening
79332672 BNI Cabang UGM Yogyakarta atas nama Abu Laka
Riwayat Hidup
Penulis :
Penulis, sampai sekarang sebagai Dewan Redaksi pada LPM Rhetor UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, juga sebagai jurnalis Buletin Damar Yayasan Korp Dakwah
Masyarakat (Kodama) Yogyakarta, ketekunannya dalam dunia tulis-menulis juga
diaplikasikan dengan mengirimkan beberapa tulisan dalam bentuk Opini dan
resensi ke Koran Lokal dan Nasional, namun yang baru dimuat ditingkatan lokal
saja. Dalam bidang organisasi Penulis aktif diberbagai lembaga, diantaranya
sebagai Ketua Umum Forum Komunakasi Mahasiswa Manajemen Dakwah (FKM-MD)
se-Indonesia periode 2008-2010, Peneliti pada Civil Society Institute (CSI)
Yogyakarta, Ketua Senat Mahasiswa Universitas (SEMA-U) UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta periode 2009-2010, Pengamat sosial, budaya dan agama pada Lembaga
Kajian Agama dan Sosial (LeKAS)
Yogyakarta, aktf pada Lembaga Cahaya Institute Yogyakarta, dan Dewan Penasehat
Forum Kerjasama Mahasiswa Manajemen Dakwah Lintas Angkatan (FoKer ManDaLA)
Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijga Yogyakarta.
Undang-undang
Undang-Undang
Dasar Negara RI Tahun 1945 Bab XIII Pasal 31 (2) menyebutkan: Setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Bos dilaksanakan
atas dasar uu no 20/2003 sisdiknas tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mengamanatkan kepada
pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) untuk menjamin terselenggaranya wajib
belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya
Termasuk
pula menjelaskan tentang kriteria pengelolaan dana BOS sebagai salah satu
penopang dana wajib belajar di sekolah. Pemerintah perlu pula menyosialisasikan
PP No. 48/2008 tentang pembiayaan pendidikan yang mencakup biaya satuan
pendidikan, biaya penyelenggaraan/pengelolaan pendidikan dan biaya pribadi
peserta didik
uu no 20/2003
pasal 50 ayat 3 sisdiknas pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu-satuan pendidikan pada semua jenjang
pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pndidikan bertarap internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar