Be Came To Pemimpin Paripurna - Abulaka Archaida

Rabu, 21 September 2016

Be Came To Pemimpin Paripurna


Oleh : M. Abu Laka SY *)

A. Konsep Dasar

Kepemimpanan dalan konsep sederhana adalah orang yang memiliki kemampuan mengendalikan orang lain untuk mencapai tujuan. Semua orang mempunyai potensi untuk memimpin, minimal memimpim diri sendiri. Kenyataan demikian, sesuai konsep Allah menciptakan manusia berperan sebagai kholifatu fir ardi–pemimpin dunia untuk menyampaikan risalah Allah.
            Siklus kepemimpinan merupakan suntullah yang berawal dari memimpin diri sendiri, selanjutnya memimpin keluarga (khususunya bagi laki-laki). Sekiranya perjalanan dalam memimpin keluarga dipandang berhasil oleh masyarakat sekitar, kemudian masyarakat mempercayakan mempin komunitas tertentu. Pada ranah organisasi (masyarakat) berawal dari level paling kecil, misalkan, karang taruna, Remaja masjid, Kepala Desa, dll. Dan levelnya terus meningkat, jika kepemimpinan kita dianggap berhasil.

            Terlepas dari apakah seorang pemimpin tersebut berlatar belakang orang intelektual, petani, agamawan yang pasti semuanya bisa memimpin. Karenan siklus kepemimpinan tersebut akan berjalan secara alamiah. Berawal sesorang bertanggung jawab diri sendiri, kemudian jika sudah berkeluarga, otomatis ia akan menyesuaikan sesuai kapasitas tanggung jawabnya. Pun selanjutnya demikian, hingga pada level paling tinggi (presiden). Itulah gambaran singkat tentang kepemimpinan, adapun pengertian lebih detail, saya akan mengungkapkan beberapa pendapat dari para pakar, sbb :

1.      Kepemimpinan adalah prilaku dari seorang individu yang memimpin aktifitas-aktifitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai bersama (share goal) (Hemhill& Coons, 1957:7)
2.      Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasitertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, kearah pencapaian satuatau beberapa tujuan tertentu (Tannenbaum, Weschler & Massarik, 1961:24)
3.      Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam harapan dan interaksi (Stogdill, 1974:411)
4.      Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan beradadiatas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan rutin organisasi (Katz & Kahn,1978:528)
5.      Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas sebuah kelompok yang diorganisasi kearah pencapaian tujuan (Rauch & Behling, 1984:46)
6.      Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang dinginkan untuk mencapai sasaran (Jacob & Jacques, 1990:281)
7.      Para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten memberi kontribusi yangefektif terhadap orde sosial dan yang diharapkan dan dipersepsikan melakukannya (Hosking, 1988:153)
8.      Kepemimpinan sebagai sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktifitas-aktifitas serta hubungan-hubungan didalam sebuah kelompok atau organisasi (Yukl, 1994:2).

Tujuan Kepemimpinan
1.      Mengupayakan kesejahteraan bagi orang banyak sehingga menjadi berguna bagi semua orang. Bukan sebaliknya.
2.      Menolong setiap anggota mengembangkan potensinya secara penuh sehingga bisa lebih produktif dan efisien.
3.      menolong kelompok dalam pencapaian tujuan atau visi-misi pelayanan melalui kerja tim yang efektif                                                                                                                                                                                                                                                                                  B.Filosofi Pemimpin
            “Jangan berikan kekuasaan pada orang yang menginginkannya” demikian diungkapkan Mario Teguh dalam acara Golden Ways. Apa yang diucapkan Mario sebenarnya penyederhanaan dari adagium kekuasaan itu amanah, dalam amanah ada tanggung jawab, dan amanah itu bukan dicari, namun Allah yang memberikan. Realitas yang terjadi dimasyarakat Indonesia sekarang justru sebaliknya. Kekuasaan dicari dengan menggunakan uang. Setelah kekuasaan didapatkan, ia tidak lagi berfikir kewajiban apa yang harus lakukan, bagaimana mensejahterkan masyarakat, namun yang tertanam dalam benaknya bagaimana caranya modal bisa kembali. Maka wajar arus korupsi tak terbendungkan menerjang birokrasi kita saat ini.

            Jika semua pemimpin negeri memiliki karakter oportunis bagaimana nasib masadepan Indonesia. Dalam situasai yang kian akut, krisis terjadi diberbagai level kehidupan, pengangguran kian meningkat dan kemiskinan tidak menunjukan perubahan dari tahun-tahun yang dulu. Orang-orang yang duduk lembaga pemerintah kita tidak bisa banyak berharapkan. Semestinya mereka (baca:orang-orang birokrasi) membeli kepenitngan rakyat, namun merampas hak rakyat dan terkadang perang antar lembaga demi kepentingan pribadi.

            Saya pikir saatnya kalangan pemuda Islam, khususnya kalangan pesantren  melahirkan para pemimpin yang kompeten. Diakui atau tidak, penduduk kita mayoritas beragama Islam. Pertanyaannya mengapa para pemimpin kita kebanyakan tidak banyak paham ajaran Islam. Realitas ini menjadi kritik dan renungan kita bersama, mengapa terjadi demikian? Jangan-jangan kita salah memahami konsep Islam secara kaffah (universal). Sehingga mendikotomikan segala sesuatu, ada ilmu agama dan umum, urusan dunia dan akhirat, sehingga berkutat pada satu arah saja.

            Andaikan kita dikasih amanah oleh Allah menjadi seorang pemimpin di kalangan tertentu. Maka, ada beberapa filosofi yang harus dipahami. Belajar dari pohon pisang. Sebagaimana pohon pisang tidak mau mati kalau belum berbuah, ditebangpun kalau belum berbuah, akan tunas kembali. Menjelang kematian, karena sudah menghasikan buah, pisang akan melahirkan anak-anaknya. Begitulah seorang pemimpin, jangan mengundurkan diri, jika belum mencapai hasil yang memuaskan. Kemudian, sebelum turun, harus melahirkan generasi baru yang berkualitas.
           
3. Perspektif Islam
Pada tataran konsep Islam, syari’at mengajarkan baik yang disampaikan Rosulullah dalam haditasnya, juga disebutkan oleh Allah dalam kalamnya (Al-Qur’an). Salah satu hadits Nabi yang popoler berbicara tentang kepemimpinan adalah ”setiap kamu pada hakikatnya adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas mereka yang dipimpin”. Kembali kekonsep awal-mendasar lagi-lagi setiap orang adalah pemimpin. Berangkat dari konsep itulah, sebenarnya kita mesti menerima jika diberi kepercayaan menjadi seorang pemimpin.

Hal ini, Penulis alami ketika masih menyantri dikomplek L, yang pada waktu itu tidak punya keinginan sedikitpun menjadi pengurus, justru diberi kesempatan. Kemudian diambil dan dijalankan, dengan keyakinan kalau orang memberikan kepercayaan berarti orang disekitar menganggap kita punya kemampuan untuk memimpin, ternyata bisa. Ya meskipun agak berat rasanya, karena kemampuan dalam wacana agama minim. Tidak merendah lho, tapi kenyataan, he...

Karena itu, seorang pemimpin tidak harus paling pintar atau intelek. Dalam bukunya Al-Muqaddimah, sosiolog terkemuka pada abad pertengahan Ibnu Khaldun menengarai, pemimpin yang ideal bukanlah sosok yang paling intelek atau yang paling kuat secara fisik, namun juga bukan sosok yang bodoh atau lemah. Pemimpin ideal adalah figur yang paling mampu melakukan tiga orientasi tersebut.

Dalam konteks ini, setidaknya ada tiga kecakapan yang harus terdapat dalam diri seorang pemimpin. Pertama, kecakapan aspiratif. Mendengarkan aspirasi orang lain dan bertindak secara aspiratif adalah hal yang paling utama dalam diri pemimpin. Sebab, pemimpin berhadapan dengan nasib orang banyak. Kebijakan yang positif akan berpengaruh langsung bagi kemaslahatan orang banyak.
Kedua, kecakapan akomodatif. Yaitu, mengakomodasi aspirasi masyarakat yang ada sebagai cermin kepentingan mereka. Aspirasi masyarakat tentu tak selalu sama. Sebaliknya, pertentangan aspirasi sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Di sinilah kecakapan akomodatif sangat dibutuhkan untuk menyaring, menerima, dan merealisasikan aspirasi-aspirasi yang dianggap penting.

Ketiga, kecakapan implementatif. Implementasi atas sebuah kebijakan membutuhkan kecakapan tersendiri dari pemimpin. Sebab, tidak sedikit kebijakan yang sempurna di atas meja, namun pelaksanaannya di lapangan amburadul. Di sinilah kontrol dan kerja keras seorang pemimpin dibutuhkan (sebagaimana dikatakan Ibnu Khaldun), hingga sebuah kebijakan membumi secara sempurna dalam kehidupan masyarakat luas.

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berftrman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu Imam bagi seluruh manusia. "Ibrahim berkata: "(Dan aku mohon juga) dari keturunanku. "Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orangyang zalim." (QS. al-Baqarah: 124)

Ayat ini menunjukkan pentingnya kepemimpinan dan manajemen manusia. Nabi Ibrahim as menghadapi banyak ujian karena imannya. Dia dibakar. Dia sendirian harus menghadapi kaumnya. Dia hancurkan berhala-berhala, dan bahkan sampai nyaris menyembelih putranya sendiri. Setelah berhasil melalui semua ujian ini, Allah SWT mengangkatnya menjadi Imam. Dengan demikian dalam proses munuju menjadi seorang pemimpin maupau dalam menjalaninya ada banyak cobaan siap menghampiri.
Allah SWT swbenarnya sudah memberikan gambaran didalam al-Qur’an maupun melalui al-Hadits Rasul-nya, mengenai kriteria seorang pemimpin. Dari kisah zulkarnain didalam surat al-Kahfi kita bisa menangkap beberapa pelajaran khususnya dalam konteks kepemimpinan. Adapun kriterian seorang pimpinan sejati yang tergambar dari gambaran diatas adalah sebagai berikut:
  1. Seorang pimpinan itu harus memiliki kekuasaan tetapi tidak takabur (sombong).
  2. Kekuasaan mutlak dimiliki oleh seorang pimpinan agar ia dapat membuat kebijakan (policy) dan keputusan (decision) bagi kepentingan umatnya.
  3. Pemimpin itu sebagai pelayan rakyat yag melayani segala aspirasi rakyatnya.
  4. Pimpinan itu menegakkan keadilan dan memberantas kedzaliman.
  5. Pimpinan harus berusaha melindungi masyarakat dari gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
  6. Pimpinan harus berorientasi pada kebaikan bagi rakyat yang dipimpinnya bukan bagi dirinya, keluarganya atau teman-temannya.

D. Pemimpin Paripurna
            Topik ini penulis ambil dalam bukunya M. Suyanto berjudul Smart Leadership Belajar dari Kesuksesan Pemimpin Top Dunia. Maksud dari pemimpin paripurna adalah para pemimpin yang menjalankan amanah sesuai syari’at Islam, dan imbalannya adalah surga. Tentunya kita menginginkan hal yang demikian. Menurut Imam Ghozali yang ditulis dalam bukunya At-Tibr al-Masbuk fi Nashihah memberikan nasehat pada para pemimpin dengan sepuluh petua. Pertama, pemimpin harus mengetahui kedudukan pentingnya kekuasaan.
            Kedua, mau mendengarkan petuah dari para ulma’. Ketiga, janganlah pernah merasa puas dengann keadaan yang tidak pernah melakukan kezaliman. Keempat, jangan bersikap bohong. Kelima, setiap kejadian menimpa dirimu, maka bayangkanlah kamu salah seorang raktyat, meskipun kamu seorang pemimpin. Keenam, janganlah kamu memandang rendah orang-orang yang memiliki kebutuhan yang menunggu didepanmu. Ketujuh, jangan membiasakan sibuk mengurusi berbagai keinginan seperti keinginan berpakaian mewah atau memakan makanan lezat. Kedelapan, setiap melakukan urusan landsilah dengan kasih sayang, jangan dengan kekerasan. Kesembilan, raihlah keridhoan rakyatmu melalui jalan sesuai syarai’ah. Kesepuluh, jangan mencari keridloan rakyat dengan cara-cara yang bertentangan dengan syari’ah.


Rumah Indonesia, 31 oktober 2009


Tidak ada komentar:

@abulaka