Menyelamatkan Masa Depan Anak (Refleksi Hari Anak Indonesia 23 Juli) - Abulaka Archaida

Rabu, 21 September 2016

Menyelamatkan Masa Depan Anak (Refleksi Hari Anak Indonesia 23 Juli)



Oleh : M. Abu Laka SY *)

Realitas anak masa kini adalah gambaran masa depan Bangsa. Merawat dan  mempersiapkan anak bagian dari investasi berharga dalam pembangunan sebuah Negara. Tidak salah ada kredo mengatakan generasi muda harapan kita untuk membangun Indonesia yang akan datang. Berbicara generasi muda, tidak bisa terlepas dari dunia anak-anak. Karena kualitas, kecerdasan dan kemampuan seorang dikala sudah dewasa (baca : generasi muda) akan ditentukan masa kecilnya.

Sejarah telah mencatat setiap momentum penting yang terjadi di negeri ini, kaum muda selalu berada digarda terdepan. Fakta tersebut memperkuat adagium generasi mudah adalah ujung tombak kemajuan Bangsa. Jangnan pernah bermimpi negeri kita akan memiliki generasi muda yang cerdas, SDM berkualitas dan berjiwa nasionalis tinggi tanpa memberikan ruang kemerdekan penuh pada anak–bebas berekspresi (dalam batas norma), mengeluarkan pendapat, mengembangkan bakat dan memberikan kenyamanan hidup selayaknya dalam level keluarga, sekolah dan masyarakat.

Begitu berharganya masa depan anak kita. Selayaknya orang tua memberikan pendidikan secara maksimal pada anak-anak mereka. Pun pemerintah harus memperhatikan secara serius atas realitas anak-anak Indonesia. Apakah mereka (anak-anak) sudah mendapatkan kehidupan yang layak sebagaimana hak-hak mereka?.

Mengapa Penulis mengajukan pertanyaan ini, karena setahun yang lalu Seto Mulyadi pernah mengatakan bahwa anak-anak Indonesia belum bisa merasakan dunia bermainnya dengan nyaman. Salah satu penyababnya tayangan televisi lebih banyak program orang dewasa, kekerasan, dan gosip dan keluarga terkadang menyepelekan pendapat anak.

Potret Buram Anak
Disadari atau tidak dalam kehidupan sehari-hari anak terkadang menjadi korban kekerasan mental baik dari kalangan keluarga maupun masyarakat umum. Anak dianggap manusia dibawah umur. kemudian tercipta mind-set tidak penting mendengarkan pendapat mereka.

Adalah realitas tak terbantahkan bahwa acap kali anak mengalami diskriminasi dalam mengemukakan pendapat. Padahal sudah jelas hak anak termaktub dalam salah satu Konvensi Hak Anak (KHA) adalah penghargaan pendapat anak yang tertuang dalam pasal 12 ayat 1 (KHA) yang dijelaskan oleh pemerintah Indonesia dalam Kepres No 36/1990.

Problem mental yang terjadi dalam dunia anak akan berdampak fatal untuk keberlangsungan hidupnya. Jangan salahkan anak kalau mereka melampiaskan ketidak puasan dan ketidaknyamanan dalam kehidupan keluarga dengan melakukan kegiatan negatif diluar rumah. Sangat beralasan anak yang melakukan hal-hal yang melanggar norma seperti penggunaan narkoba, tawuran dan tindak kekerasan lainnya di masyarakat, maka yang disalahkan pertama kali adalah orang tua. Demikian, karena lingkungan keluarga menjadi faktor utama membentuk kepribadian seorang anak.

Problematika yang dialami anak-anak diatas disebabkan faktor kurangnya kontrol, yang diberikan keluarga pada anak. Belum lagi potret buram anak Indonesia akibat dari pergaulan (eksternal keluarga) sehari-hari dan lemahnya pengawasan dan pencegahan dari pihak yang berwenang (Pemerintah).

 Kalau kita amati beberapa tahun terakhir ini sering terjadi kejahatan terhadap anak, seperti kerja paksa, trafficking, pelacuran anak, dan juga nasib anak-anak jalanan dan di pengungsian yang tidak mendapatkan hak selayaknya.

Begitupun dalam ranah pendidikan, anak-anak mengalami kendala. Data menyebutkan catatan hitam dunia pendidikan anak : angka putus sekolah, tahun 2005/2006 menunjukkan sebesar 2,96 % untuk SD/MI dan 1,6 % untuk SMP/MTs; (d). angka melanjutkan sekolah, tahun 2005/2006 mencatat hanya 72,5 % anak yang melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP/MTs.

Lebih mengerikan, data di Badan Narkotika Nasional menyebutkan anak korban penyalahgunaan narkoba, 70 % dari 4 juta pengguna narkoba adalah anak berusia 4-20 tahun atau sekitar 4 % dari seluruh pelajar yang ada. Sedangkan kasus AIDS/HIV, hingga Desember 2005 terdapat 4.243 kasus HIV, dan 5.320 kasus AIDS. Dari jumlah tersebut 438 kasus terjadi pada anak usia 0-19 tahun. Ditambah data terbaru dihitung dengan prosentase, kasus narkoba di Indonesa periode tahun 2004–2008 (selama pemerintahan SBY-JK) pertumbahannya 40,05 % /tahun (Sumber : Dit IV/Narkoba, Januari 2009). Dengan demikian pelaku dibawah umur pun bertambah.

Lantas bagaimana masa depan mereka kalau keadaan tersebut dibiarkan bageitu saja. Bukankah semua anak berhak mendapatkan pelindungan dan kehidupan layak. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dipimpin langsung oleh pemerintah melalui instansi terkait maupun Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang berdasarkan UU No23/2002 ditugaskan untuk mengawal penyelenggaraan perlindungan anak Indonesia. Pertanyaannya apakah pemerintah sudah menjalankan amanat UU tersebut?

Tugas Bersama
Menyiapkan, merawat dan menjaga anak adalah tugas bersama. Pun agama mengamantakan demikian. Dalam artian memberikan kehidupan nyaman dan menyelamatkan anak dari segalah tindak kejahatan yang merusak masa depan anak menjadi tanggung jawab semua pihak. Menurut hemat Penulis ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam mempersiapakan masadepan anak.

 Pertama, lingkungan keluarga memberikan suasana nyaman terhadap anak. Ketika anak sudah merasakan bahwa keluarga adalah bagian dari kehidupannya, maka akan memperkecil anak dari perbuatan yang tidak diinginkan, karena meraka lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga.
Kedua, Pihak Sekolah tidak hanya memberikan pelajaran hanya sekedar melepas kewajiban. Namun, lebih dari itu, seorang guru juga memperhatikan kehiupan anak murid. Sehingga ketika siswa memiliki masalah, guru bisa membantu menyelesaikannya. Dengan demikian anak didik akan meresa nyaman, karena adanya iktan kekeluargaan yang sarat akan kasih saying, perhatian dan empatik dari seorang guru.

Keitga, Elemen pemerintah selayaknya membuat regulasi yang mempertimbangkan hak anak. Langkah awal yang harus dilakukan pemerintah adalah meminta instansi-instansi terkait agar meningkatkan peran lembaganya untuk mengatasi pelbagai masalah yang dialami nak-anak. Beberapa kasus anak diatas harus menjadi perhatian serius dari Pemerintah terpilih nanti.
Program lain yang dapat dilakukan Pemerintah memberikan pembelajaran dan imbauan pada masyarakat betapa pentingnya merawat anak. Dengan menganggap menyelamatkan masa depan anak tugas berjamaah. Saya meyakini beberapa tahun kedepan anak Indonesia terhindar dari segalah tindak kejahatan yang mengancam masa depan mereka. Semoga.

“Naskah Opini”
Dimuat di Harjo, 24 Juli 2009
Diutulis dari jam 05.30-09.30



Tidak ada komentar:

@abulaka