Catatan Pendakian Gunung Sumbing - Abulaka Archaida

Selasa, 07 Februari 2017

Catatan Pendakian Gunung Sumbing

Kekalahan Dalam Kemenangan
(Catatan Pendakian Gunung Sumbing)
Terkhusus Buat Kawan-kawanku yang Baru Memulai Pendakian
Oleh: Abulaka Archaida

Rombongan di Puncak Pestan Setelah Pos 3 Gunung Sumbing
           
           Sebenarnya pendakian ke Gunung Sumbing bukanlah agenda utama mengisi liburan menjelang tahun baru 2017. Pendakian Gunung Sumbing agenda adik bungsu dan keponakan mengisi liburan akhir semester. Lokasi pendakian awal adalah gunung merapi, karena beberapa pertimbangan beberapa hal di antaranya badan materiologi DIY mengeluarkan surat peringatan tidak boleh sampai ke puncak sampai bulan Februari karena lagi musin hujan badai.

            Memang agak berat ambil bagian perjalanan alam kali ini, karena akhir tahun sudah ada agenda bersama teman-teman asrama Kaboki melakukan pendakian ke gunung Sindoro sekalian menghadiri undangan pernikihan Bung Dodi di Wonosobo. Namun, pertimbangan bergabung dengan adik bungsu dan keponakan menakluk puncak tertinggi no 2 di Jawa Tengah agar terlahir banyak cerita kelak bagaimana kami menaklukkan rasa takut untuk meraih puncak Sumbing.

            Pagi pemberangkatan saya memutuskan ambil bagian dalam perjalanan ini dan rute pun beralih ke gunung Sumbing. Jam 17.00 sebenarnya sudah siap berangkat, tapi banyak orang tua terdahulu mengatakan baiknya jika keluar menjelang maghrib baiknya sholat terlebih dahulu. Kami pun sepakat berangkat setelah maghrib. Jam 18. 30 sudah siap-siap berangkat, dapat telpon dari Bung fahri mengabarkan ambil bagian dari pendakian ini. Akhirnya pemberangkatan ditunda jam 19.00. Pemberangkat dihitung keluar dari Jogja jam 20.00 setelah belanja semua logistik dan peralatan P3K.

          Sampai basecampe bemberangkatan jam 02.00 karena rute GPS yang kami gunakan salah tujuan, harusnya jam 00.00 sudah sampai pos pemberangkatan. Pos pemberangkatan Garung diambil dari nama desa Garung. Eh, ternyata rute GPS yang kami pakai Garung Kecamatan Kabupaten Wonosobo. Tidak jadi masalah, yang namanya orang benar itu biasanya melalui proses salah dulu.

          Sesampainya di pos pemberangkatan (basecamp), tak ada waktu istrahat, kami pun langsung mempersiapkan semua peralatan yang akan di bawa. Kecekatan mempersiapkan peralatan berkat semangat tim yang meledak-meledak untuk menaklukkan puncak Sumbing. Sebelum berangkat kami pun melakukan ritual doa keselamatan dan sedikit pengarahan yang saya sampaikan untuk tim. Dalam menyampaikan arahan pada intinya saya menyampaikan tujuan pendakian bukan soal eksistensi dan publikasi kepada semua orang bahwa kita hebat bisa menaklukkan puncak-puncak tinggi pulau jawa. Hakikat pendakian kita bertafakur denga Tuhan lewat menikmati indahnya puncak gunung yang diciptakan Tuhan YME. Kita tidak punya tujuan lain dan tidak ada niat menganggu ketenangan semua makhluk ciptaan Tuhan termasuk alam, tumbuhan dan makhluk. Ketika kita meyakini bersinergis dengan alam semesta dan semua makhluk ciptaan Tuhan, maka yakinlah pendakian ini akan berjalan lancar karena Tuhan tentu akan merestui perjalanan ini.

Basecamp Pemberangkatan Dari Jalur Garung

       Tepat jam 20.30 kami mengawali langkah pertama untuk menaklukkan Puncak Gunung Sumbing. Semua hal besar dalam hidup mesti diawali hal-hal yang kecil. Memiliki cita-cita besar harus diawali langkah awal (action) mengerjakan hal-hal yang membawa ke harapan yang telah kita tentukan. Begitu pun dengan pendakian agar  bisa menaklukkan puncak tertinggi harus diawali langkah pertama yang terus menuntun kita berjalan ke arah yang sudah difocuskan sejak awal pemberangkatan. Perjalanan dari basecampe pemberangkatan ke epos 2 membutuhkan waktu lebih kurang 2-3 jam. Kami berangkat dari jam 02.30 sampai pos 1 jam 05.30, tepat durasi yang kami butuhkan mencapai pos 1 selama 3 jam. Perjalanan ke pos 1 dalam suasana gelap karena dilakukan pada dini hari.

       Pelajaran yang dapat kami ambil dari basecamp ke pos 1 soal semangat dan keyakinan. Meskipun perjalan malam hari suasana gelap kami tetap melangkah. Semangat dan keyakinanlah yang menuntun kami terus melangkah di pekat malam dengan beberapa alat bantu hingga pada akhirnya sampai di pos 1 pada jam 05.30. Masa depan kita tidak pernah tahu akan ke mana dan akan jadi apa. Pertanyaan apa yang menggerakkan kita melangkah menjalani semua proses kehidupan. Mimpi, semangat dan keyakinanlah yang selalu menuntun kita dalam setiap bergerak untuk melukiskan kehidupan ke depan.
      
         Ada hal menarik di pos 1 Gunung Sumbing. Perjalanan jauh dari pos pemberangkatan untuk mengobati lelah, ada warung makan di sana. Ada menu nasi orak arik harga Rp. 6.000 ambil sendiri, nasi goring biasa Rp. 10.000, nasi gareng istimewa Rp.13.000, air putih hangat Rp. 1.000, teh dan jeruk anget Rp. 3.000, isi ulang air miniral botol besar Rp. 2.000. Warung di lereng gunung, jauh dari desa tapi kok harganya murah? Untk menjawab kegelisihan saya berbincang dengan Pak Rajid yang punya warung. Ia menuturkan  harganya murah karena para pendaki sering menitipkan beras dan logistik lainnya jika waktu turun ada yang tersisah. Oleh karena itu kami jual harga murah, ya hitung-hitung kami juga membantu para pendaki.
            
      Di sinilah pembelajaran yang bisa diambil bahwa karakter masyarakat pedalaman (lereng gunung) rasa sisoalnya sangat tinggi. Inilah kesempatan para pendaki banyak belajar dari masyarakat sekitar lereng gunung. Sebagaimana kita ketahui bahwa Soe Hok Gie naik gunung salah satu tujuannya adalah mendekatkan diri pada masyarakat pedalam agar kita mengerti bagaimana kehidupan orang-orang desa. Terima kasih pak Rajid banyak hal yang kami dapatkan dari obrolan singkat. Kau menunjukan sikap begitu hangat dengan gaya candaan kepada kami, meskipun perjumpaan kita baru saja berlangsung, tapi seolah kita seperti saudara dekat saja.
Pos 1 Gunung Sumbing
       
        Setelah makan dan istrahat secukupnya kami melanjutkan perjalanan ke pos 2. Tanpa menggunakan peta kami sangat yakin rute yang digunakan benar jalur pendakian. Perjalanan sudah mengahabiskan waktu 30 ternyata jalan yang kami ambil bukan jalur pendakian. Sebenarnya sudah ada tulisan buka jalur pendakian, ternyata bung Udin membacanya jalur pendakian, kata-kata ‘bukan’ dihilangkan. Setelah jalan tidak ada jalur lagi, kami baru sadar ternyata  jalur kami salah. Pelajaran yang bisa diambil ketika kita menjalani hidup tanpa panduan (kompas/ peta) yang kita dapatkan tentulah keterpurukan (ketersesatan) dalam hidup. Padahal di pos pemberangkatan kami sudah diberi bekal peta perjalanan menuju puncak. Saat itu kami lupa menggunakan petanya, karena terlalu percaya diri pada keyakinan tanpa pengetahuan. Kenapa tanpa pengetahuan karena semua tim belum pernah melakukan pendakian ke sumbing.
        
    Jam 09.45 kami sampai pos 2. Berhenti sejenak sembari makan logistik yang sudah dipersiapkan. Mencatat dan mendokumentasikan dengan foto bersama kami pun melanjutkan perjalanan ke pos 3. Jam 11.39 kami tiba di pos 3. Berhenti sejenak dengan berfoto bersama untuk kepentingan dokumentasi kami melanjutkan perjalanan ke puncak Pestan tempat ngecamp yang paling layak. Jam 12.15 kami sampai di Puncak Pestan. Tanpa banyak beristrahat kami langsung berbagi tugas. Ada yang mendirikan tenda, cari kayu bakar, masak dan tugas lainnya. Kerja tim sangat terlihat meskipun ada yang agak berat ketika diberikan tugas. Sahabat Rosul pernah mengatakan untuk mengetahui karakter orang, ajak dia ke perjalanan jauh. Ada juga yang mengatakan untuk mengetahui karakter orang ajaklah naik gunung. Pendakian aku pikir masuk kategori perjalanan jauh. Jadi jelas karakter yang ditunjukan kawan-kawan berbeda. Hal ini menunjukan setiap orang punya karakter masing-masing. Ada yang kerja berangkat dari kesadaran sendiri, ada yang kerja harus diperintahkan dulu, dan bahkan ada yang keberatan jika diberi tugas. Ya, begitulah manusia, setiap orang punya karakter masing-masing.

           Di sinilah para pendaki memahami satu sama lain sehingga terbentuk tim yang solid. Itulah fungsi seorang leader memanaj kemampuan setiap tim menjadi kekuatan tim yang maha dahsyat. Pemimpin bukan mencaci maki kelemahan tim yang ada, justru menyilangkan kelebihan dan kekurangan setiap tim sehingga saling menutupi. Dalam pendirian tenda kami memberikan kesempatan para pendakian baru agar mereka belajar mendirikan tenda, begitu juga masak nasi. Dalam logika organisasi namanya regenerasi. Kelak para pendaki baru jika melakukan pendakian mereka sudah bisa mendirikan tenda sendiri. Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang bisa melahirkan pemimpin baru. Begitulah gambaran dalam organisasi dalam pendakian kami kali ini.

Pos 2 Gunung Sumbing
     Packing barang sudah selesai waktu menunjukan jam 15.00. kami sudah siap melanjutkan perjalanan, namun kami tunda dengan berbagai pertimbangan. Untuk sampai ke puncak dibutuhka waktu 3-4 jam. Jika berangkat jam 15.00 dipastikan sampai di puncak jam 18.00 atau 19.00. sedangkan di atas jam 15.00 pendaki disarankan harus turun dari puncak karena rawan hujan badai dan memang cuaca sedang ekstrim sekali. Dengan pertimbangan itu, akhirnya kami rembuk kecil menentukan akan melanjutkan perjalanan, ngecamp sehari lagi atau turun sekarang. Semua mengeluarkan pendapat, hasilnya sebagian besar usul turun sekarang saja dengan pertimbangan serang hujan badai, angin kenceng dan logistik tidak mencukupi. Keputusan yang diambil kita turun meskipun ada beberapa yang berat karena memang semua kita belum pernah ke sumbing dan baru melakukan pendakian.

            Di moment inilah semua tim ditempah belajar mengalahkan diri sendiri dari rasa ego dan mementingkan kepentingan dan keputusan bersama. Saya sangat merasakan ada beberapa orang terlihat di wajahnya terdapat kekecewaan yang sangat mendalam, namun pada akhir ia bisa menerima dengan lapang dada. Ya, sesungguh kami tidak sampai puncak pada ketinggian 3.371 mdpl, namun pada hakikatnya kami sudah meraih puncak kemenangan mengalahkan diri sendiri dari rasa ego yang yang sangat dominan di setiap dalam diri manusia. Inilah kenapa saya sebut pendakian kali ini “Kekalahan dalam Kemenangan”. Secara hitungan matematik kami tidak sampai puncak paling tinggi 3.371 mdpl, namun secara esensi kami sudah meraih puncak, yaitu bisa mengalahkan ego masing-masing untuk kepentingan bersama. Inilah sekenrion Tuhan, dari kehilangan waktu 4 jam perjalan dari Jogja menuju pos pemberangkatan Garung dan sant jam karena salah rute yang pada akhirnya tidak meraih puncak tertinggi Sumbing. Kegagalan berkhir di puncak paling tinggi pada akhir kami menemukan filosofi subtansi pendakian ke gunung bahwa puncak sesungguhnya ketika pendaki mengalahkan dirinya sendiri dari rasa takut, pesimis dan ego.
Pos 3 Gunung Sumbing
        Pendakian ke puncak bukanlah perjalanan matematik dengan hitungan pada ketinggian berapa yang akan dicapai oleh para pendaki. Pendakian adalah perjalan alam, perjalanan alam adalah perjalanan hati. Perjalanan hati adalah perjalanan mimpi dan keyakinan. Mimpi dan keyakinan setiap orang tidak bisa dihitung secara manual dengan mesin hitung sekali pun atau dengan rumus paten yang sudah dibuat manusia. Mimpi dan keyakinan bisa melampaui jutaan kali lipat kekuatan manusia yang ditopang dengan materi dan peralatan teknolgi canggih masa kini. Mimpi dan keyakianlah yang menuntun para pendaki melawati medan terjal hingga ia meraih puncak. Begitu juga dalam kehidupan, dengan mimpi dan keyakinan seorang tegar dalam menjalani hidup dan menembus berbagai rintangan yang menghadang. Orang bodoh menjadi pintar, orang miskin menjadi kaya, orang biasa menadi orang berpengaruh dan terkenal, orang takut menjadi pemberani begitulah dan seterusnya, semua orang-orang tersebut memilik mimpi dan keyakianan. Oleh karena itu, jangan sesekali meremehkan mimpin dan keyakinan.

Yogyakarta, 3 Januari 2017




Tidak ada komentar:

@abulaka