Kekalahan Dalam
Kemenangan
(Catatan Pendakian Gunung Sumbing)
(Catatan Pendakian Gunung Sumbing)
Terkhusus Buat Kawan-kawanku yang Baru Memulai Pendakian
Oleh: Abulaka
Archaida
![]() |
Rombongan di Puncak Pestan Setelah Pos 3 Gunung Sumbing |
Sebenarnya pendakian ke Gunung Sumbing bukanlah agenda
utama mengisi liburan menjelang tahun baru 2017. Pendakian Gunung Sumbing
agenda adik bungsu dan keponakan mengisi liburan akhir semester. Lokasi
pendakian awal adalah gunung merapi, karena beberapa pertimbangan beberapa hal
di antaranya badan materiologi DIY mengeluarkan surat peringatan tidak boleh
sampai ke puncak sampai bulan Februari karena lagi musin hujan badai.
Memang agak berat ambil bagian perjalanan alam kali ini,
karena akhir tahun sudah ada agenda bersama teman-teman asrama Kaboki melakukan
pendakian ke gunung Sindoro sekalian menghadiri undangan pernikihan Bung Dodi
di Wonosobo. Namun, pertimbangan bergabung dengan adik bungsu dan keponakan
menakluk puncak tertinggi no 2 di Jawa Tengah agar terlahir banyak cerita kelak
bagaimana kami menaklukkan rasa takut untuk meraih puncak Sumbing.
Pagi pemberangkatan saya memutuskan ambil bagian dalam
perjalanan ini dan rute pun beralih ke gunung Sumbing. Jam 17.00 sebenarnya
sudah siap berangkat, tapi banyak orang tua terdahulu mengatakan baiknya jika
keluar menjelang maghrib baiknya sholat terlebih dahulu. Kami pun sepakat
berangkat setelah maghrib. Jam 18. 30 sudah siap-siap berangkat, dapat telpon
dari Bung fahri mengabarkan ambil bagian dari pendakian ini. Akhirnya
pemberangkatan ditunda jam 19.00. Pemberangkat dihitung keluar dari Jogja jam
20.00 setelah belanja semua logistik dan peralatan P3K.
Sampai basecampe bemberangkatan jam 02.00 karena rute GPS
yang kami gunakan salah tujuan, harusnya jam 00.00 sudah sampai pos
pemberangkatan. Pos pemberangkatan Garung diambil dari nama desa Garung. Eh,
ternyata rute GPS yang kami pakai Garung Kecamatan Kabupaten Wonosobo. Tidak
jadi masalah, yang namanya orang benar itu biasanya melalui proses salah dulu.
Sesampainya di pos pemberangkatan (basecamp), tak ada
waktu istrahat, kami pun langsung mempersiapkan semua peralatan yang akan di
bawa. Kecekatan mempersiapkan peralatan berkat semangat tim yang
meledak-meledak untuk menaklukkan puncak Sumbing. Sebelum berangkat kami pun
melakukan ritual doa keselamatan dan sedikit pengarahan yang saya sampaikan
untuk tim. Dalam menyampaikan arahan pada intinya saya menyampaikan tujuan
pendakian bukan soal eksistensi dan publikasi kepada semua orang bahwa kita
hebat bisa menaklukkan puncak-puncak tinggi pulau jawa. Hakikat pendakian kita
bertafakur denga Tuhan lewat menikmati indahnya puncak gunung yang diciptakan
Tuhan YME. Kita tidak punya tujuan lain dan tidak ada niat menganggu ketenangan
semua makhluk ciptaan Tuhan termasuk alam, tumbuhan dan makhluk. Ketika kita
meyakini bersinergis dengan alam semesta dan semua makhluk ciptaan Tuhan, maka
yakinlah pendakian ini akan berjalan lancar karena Tuhan tentu akan merestui
perjalanan ini.
![]() |
Basecamp Pemberangkatan Dari Jalur Garung |
Tepat jam 20.30 kami mengawali
langkah pertama untuk menaklukkan Puncak Gunung Sumbing. Semua hal besar dalam
hidup mesti diawali hal-hal yang kecil. Memiliki cita-cita besar harus diawali
langkah awal (action) mengerjakan hal-hal yang membawa ke harapan yang telah
kita tentukan. Begitu pun dengan pendakian agar
bisa menaklukkan puncak tertinggi harus diawali langkah pertama yang
terus menuntun kita berjalan ke arah yang sudah difocuskan sejak awal
pemberangkatan. Perjalanan dari basecampe pemberangkatan ke epos 2 membutuhkan
waktu lebih kurang 2-3 jam. Kami berangkat dari jam 02.30 sampai pos 1 jam
05.30, tepat durasi yang kami butuhkan mencapai pos 1 selama 3 jam. Perjalanan
ke pos 1 dalam suasana gelap karena dilakukan pada dini hari.
Pelajaran yang dapat kami ambil dari
basecamp ke pos 1 soal semangat dan keyakinan. Meskipun perjalan malam hari
suasana gelap kami tetap melangkah. Semangat dan keyakinanlah yang menuntun
kami terus melangkah di pekat malam dengan beberapa alat bantu hingga pada
akhirnya sampai di pos 1 pada jam 05.30. Masa depan kita tidak pernah tahu akan
ke mana dan akan jadi apa. Pertanyaan apa yang menggerakkan kita melangkah
menjalani semua proses kehidupan. Mimpi, semangat dan keyakinanlah yang selalu
menuntun kita dalam setiap bergerak untuk melukiskan kehidupan ke depan.
Ada hal menarik di pos 1 Gunung
Sumbing. Perjalanan jauh dari pos pemberangkatan untuk mengobati lelah, ada
warung makan di sana. Ada menu nasi orak arik harga Rp. 6.000 ambil sendiri,
nasi goring biasa Rp. 10.000, nasi gareng istimewa Rp.13.000, air putih hangat
Rp. 1.000, teh dan jeruk anget Rp. 3.000, isi ulang air miniral botol besar Rp.
2.000. Warung di lereng gunung, jauh dari desa tapi kok harganya murah? Untk
menjawab kegelisihan saya berbincang dengan Pak Rajid yang punya warung. Ia
menuturkan harganya murah karena para
pendaki sering menitipkan beras dan logistik lainnya jika waktu turun ada yang
tersisah. Oleh karena itu kami jual harga murah, ya hitung-hitung kami juga
membantu para pendaki.
Di sinilah pembelajaran yang bisa
diambil bahwa karakter masyarakat pedalaman (lereng gunung) rasa sisoalnya
sangat tinggi. Inilah kesempatan para pendaki banyak belajar dari masyarakat
sekitar lereng gunung. Sebagaimana kita ketahui bahwa Soe Hok Gie naik gunung
salah satu tujuannya adalah mendekatkan diri pada masyarakat pedalam agar kita
mengerti bagaimana kehidupan orang-orang desa. Terima kasih pak Rajid banyak
hal yang kami dapatkan dari obrolan singkat. Kau menunjukan sikap begitu hangat
dengan gaya candaan kepada kami, meskipun perjumpaan kita baru saja
berlangsung, tapi seolah kita seperti saudara dekat saja.
![]() |
Pos 1 Gunung Sumbing |
Setelah makan dan istrahat secukupnya
kami melanjutkan perjalanan ke pos 2. Tanpa menggunakan peta kami sangat yakin
rute yang digunakan benar jalur pendakian. Perjalanan sudah mengahabiskan waktu
30 ternyata jalan yang kami ambil bukan jalur pendakian. Sebenarnya sudah ada
tulisan buka jalur pendakian, ternyata bung Udin membacanya jalur pendakian,
kata-kata ‘bukan’ dihilangkan. Setelah jalan tidak ada jalur lagi, kami baru
sadar ternyata jalur kami salah. Pelajaran yang bisa diambil ketika kita
menjalani hidup tanpa panduan (kompas/ peta) yang kita dapatkan tentulah
keterpurukan (ketersesatan) dalam hidup. Padahal di pos pemberangkatan kami
sudah diberi bekal peta perjalanan menuju puncak. Saat itu kami lupa
menggunakan petanya, karena terlalu percaya diri pada keyakinan tanpa
pengetahuan. Kenapa tanpa pengetahuan karena semua tim belum pernah melakukan
pendakian ke sumbing.
Jam 09.45 kami sampai pos 2.
Berhenti sejenak sembari makan logistik yang sudah dipersiapkan. Mencatat dan
mendokumentasikan dengan foto bersama kami pun melanjutkan perjalanan ke pos 3. Jam 11.39 kami tiba di pos 3.
Berhenti sejenak dengan berfoto bersama untuk kepentingan dokumentasi kami
melanjutkan perjalanan ke puncak Pestan tempat ngecamp yang paling layak. Jam
12.15 kami sampai di Puncak Pestan. Tanpa banyak beristrahat kami langsung
berbagi tugas. Ada yang mendirikan tenda, cari kayu bakar, masak dan tugas
lainnya. Kerja tim sangat terlihat meskipun ada yang agak berat ketika
diberikan tugas. Sahabat Rosul pernah mengatakan untuk mengetahui karakter
orang, ajak dia ke perjalanan jauh. Ada juga yang mengatakan untuk mengetahui
karakter orang ajaklah naik gunung. Pendakian aku pikir masuk kategori
perjalanan jauh. Jadi jelas karakter yang ditunjukan kawan-kawan berbeda. Hal
ini menunjukan setiap orang punya karakter masing-masing. Ada yang kerja
berangkat dari kesadaran sendiri, ada yang kerja harus diperintahkan dulu, dan
bahkan ada yang keberatan jika diberi tugas. Ya, begitulah manusia, setiap
orang punya karakter masing-masing.
Di sinilah para pendaki memahami satu
sama lain sehingga terbentuk tim yang solid. Itulah fungsi seorang leader
memanaj kemampuan setiap tim menjadi kekuatan tim yang maha dahsyat. Pemimpin
bukan mencaci maki kelemahan tim yang ada, justru menyilangkan kelebihan dan
kekurangan setiap tim sehingga saling menutupi. Dalam pendirian tenda kami
memberikan kesempatan para pendakian baru agar mereka belajar mendirikan tenda,
begitu juga masak nasi. Dalam logika organisasi namanya regenerasi. Kelak para
pendaki baru jika melakukan pendakian mereka sudah bisa mendirikan tenda
sendiri. Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang bisa melahirkan pemimpin
baru. Begitulah gambaran dalam organisasi dalam pendakian kami kali ini.
![]() |
Pos 2 Gunung Sumbing |
Packing barang sudah selesai waktu
menunjukan jam 15.00. kami sudah siap melanjutkan perjalanan, namun kami tunda
dengan berbagai pertimbangan. Untuk sampai ke puncak dibutuhka waktu 3-4 jam.
Jika berangkat jam 15.00 dipastikan sampai di puncak jam 18.00 atau 19.00.
sedangkan di atas jam 15.00 pendaki disarankan harus turun dari puncak karena
rawan hujan badai dan memang cuaca sedang ekstrim sekali. Dengan pertimbangan
itu, akhirnya kami rembuk kecil menentukan akan melanjutkan perjalanan, ngecamp
sehari lagi atau turun sekarang. Semua mengeluarkan pendapat, hasilnya sebagian
besar usul turun sekarang saja dengan pertimbangan serang hujan badai, angin
kenceng dan logistik tidak mencukupi. Keputusan yang diambil kita turun
meskipun ada beberapa yang berat karena memang semua kita belum pernah ke
sumbing dan baru melakukan pendakian.
Di moment inilah semua tim ditempah
belajar mengalahkan diri sendiri dari rasa ego dan mementingkan kepentingan dan
keputusan bersama. Saya sangat merasakan ada beberapa orang terlihat di
wajahnya terdapat kekecewaan yang sangat mendalam, namun pada akhir ia bisa
menerima dengan lapang dada. Ya, sesungguh kami tidak sampai puncak pada
ketinggian 3.371 mdpl, namun pada hakikatnya kami sudah meraih puncak
kemenangan mengalahkan diri sendiri dari rasa ego yang yang sangat dominan di
setiap dalam diri manusia. Inilah kenapa saya sebut pendakian kali ini
“Kekalahan dalam Kemenangan”. Secara hitungan matematik kami tidak sampai
puncak paling tinggi 3.371 mdpl, namun secara esensi kami sudah meraih puncak,
yaitu bisa mengalahkan ego masing-masing untuk kepentingan bersama. Inilah
sekenrion Tuhan, dari kehilangan waktu 4 jam perjalan dari Jogja menuju pos
pemberangkatan Garung dan sant jam karena salah rute yang pada akhirnya tidak
meraih puncak tertinggi Sumbing. Kegagalan berkhir di puncak paling tinggi pada
akhir kami menemukan filosofi subtansi pendakian ke gunung bahwa puncak
sesungguhnya ketika pendaki mengalahkan dirinya sendiri dari rasa takut,
pesimis dan ego.
![]() |
Pos 3 Gunung Sumbing |
Pendakian ke puncak bukanlah
perjalanan matematik dengan hitungan pada ketinggian berapa yang akan dicapai
oleh para pendaki. Pendakian adalah perjalan alam, perjalanan alam adalah
perjalanan hati. Perjalanan hati adalah perjalanan mimpi dan keyakinan. Mimpi
dan keyakinan setiap orang tidak bisa dihitung secara manual dengan mesin
hitung sekali pun atau dengan rumus paten yang sudah dibuat manusia. Mimpi dan
keyakinan bisa melampaui jutaan kali lipat kekuatan manusia yang ditopang
dengan materi dan peralatan teknolgi canggih masa kini. Mimpi dan keyakianlah
yang menuntun para pendaki melawati medan terjal hingga ia meraih puncak.
Begitu juga dalam kehidupan, dengan mimpi dan keyakinan seorang tegar dalam
menjalani hidup dan menembus berbagai rintangan yang menghadang. Orang bodoh
menjadi pintar, orang miskin menjadi kaya, orang biasa menadi orang berpengaruh
dan terkenal, orang takut menjadi pemberani begitulah dan seterusnya, semua
orang-orang tersebut memilik mimpi dan keyakianan. Oleh karena itu, jangan
sesekali meremehkan mimpin dan keyakinan.
Yogyakarta, 3 Januari 2017
Tidak ada komentar: