Mengkaji ulang Tujuan Kuliah - Abulaka Archaida

Rabu, 21 September 2016

Mengkaji ulang Tujuan Kuliah



Baru saja institusi pendidikan sekolah menengah atas mengumumkan hasil ujian akhir Nasional. Hal itu dilakukan serantak secara Nasional. Itu artinya, siswa yang sudah dinyatakan lulus siap-siap berburu kampus untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu strata satu. Berbekal ijzah jauh-jauh dari kampung halaman menuju kampus yang mereka minati dan yang diodalakan selama ini.

Melihat sepintas di dalam kesemangatan calon mahasiswa baru. Sesungguhnya kita tidak tahu apa motivasi mereka memilih salah satu PT yang mereka tuju. Bicara tujuan kuliah, maka beragam alasan yang muncul, dari masing-masing orang tentunya memiliki pemikiran tersendiri. Nampaknya, tanpa kita bertanya secara langsung dengan orang-orang yang bersangkutan, dapat dipahami secara umum atas karakter masyarakat Indonesia dalam dunia pendidikan.

            Pada era globalisasi ini, kampus sebagai institusi pendidikan bertugas memanusiakan, mencerdaskan dan menciptakan skill masunusia seutuhnya, sehingga ia menjadi insan yang mandiri dan kreatif. Kini telah berubah menjadi pabrik mencetak tenaga kerja. Ada beberapa fakta yang menjawab bahwa peran kampus berubah ibarat pabrik. Pertama, banyaknya kampus yang didirikan dengan logika mencari proyek. Hal ini dapat di pahami bahwa mendirikan institusi pendidikan bukan merealisasikan tujuan dasar lembaga pendidikan, yaitu mencerdasarkan peserta didiknya.

            Kedua, dari sekian banyak PT yang ada di Indonesia, dominan konsentrasi kampus tersebut mengara pada profesi, misalkan Kesehatan, ilmu computer, entrepreneur. Semakin banyak PT yang mengarah pada profesi, maka semakin banyak melahirkan mahasiswa yang berwatak menjadi pekerja, dan otomatis banyak pula persaingan dalam dunia kerja. Dari persaingan tersebut tentunya melahirkan banyak pengangguran. Lihat saja data kompas 2009 hampir satu juta pengangguran di level strata satu (S1). Data tersebut belum menginkludkan pengangguran pada tingkatan SD-SMA.

            Ketiga, regulasi pemerintah yang memaksakan kampus sebagai pencetak tenaga kerja. Karena yang dilakukan adalah logika pabrik. Tentunya kita masih iangat tahun 2001 pemerintah Indonesia telah meratifikasi Kesepakatan Bersama Tentang Perdagangan Jasa (General Agreement On Trade And Service/GATS) Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) di mana pendidikan dimasukkan menjadi salah satu dari 16 komoditas (barang dagangan). Kemudian diperkuat lagi Peraturan  Presiden (Pepres) No. 77 tahun 2007 tentang bidang usaha tertutup dan terbuka dengan persyaratan penanaman modal secara tegas memasukan sebagai salah satu usaha terbuka yang bebas diperdagangkan di pasar Internasional. Pepres tersebut sebagai ruang pembuka bagi inverstor yang ingin menanamkan modal pada institusi pendidikan. Ironis bukan. Pendidikan sudah menjadi pabrik yang menghasilkan uang.

            Melihat ilustrasi di atas, maka dimaklumi jika mahasiswa kuliah hanya untuk mecari kerja. Dengan kata lain tujuan mendasarnya sebatas kesejahteraan individu semata. Artinya, jika mahasiswa kuliah tujuan hanya mencari kerja tidak ada hal yang salah, karena itulah yang di inginkan oleh system pendidikan kita. Dalam kondisi ini, bagi hemat penulis mahasiswalah harus kritis terhadap sistem yang telah dibuat oleh pemerintah dan atas realitas yang terjadi di dunia pendidikan sekarang. Dari itu idealanya tidak hanya mahasiswa yang dikoreksi, sistem yang dibuat pemerintah juga harus dikoreksi.           
2012


Tidak ada komentar:

@abulaka