Oleh
: M. Abu Laka SY*)
Perhelatan
akbar pesta demokrasi tinggal hitungan hari. Dipastikan pada 9 April nanti
semua masyarakat Indonesia menuju ke tempat pemilihan suara (TPS) untuk memilih
para calon wakil rakyat dari tingkat daerah sampai pusat. Masing-masing partai
politik sudah memaasang kuda-kuda untuk mengalahkan rival politiknya. Namun,
dibalik kesibukan para calon menentukan strategi dalam menggapai kemengan,
desas-desus rakyat menanti tanggal 2 April nanti, ternyata masih banyak
persolan menumpuk yang nantinya akan berpengaruh pada proses pemilu 2009 ini.
Banyaknya
perubahan sistem pada pemilu ini yang berujung pada kebingungan KPU tingkatan
daerah dan para kader partai politik, mereka merasa KPU pusat dan pemerintah
tidak tegas dalam membuat regulasi. Minimnya anggaran KPU membuat sosialisasi
tersendat-sendat, pada hal untuk kali ini pemerinthah harus kerja ekstra,
karena adanya sistem baru, sistem contreng.
Ditambah lagi tidak maksimlkannya sosialisasi dari KPU kepada masyarakat,
hingga samapi sekarang masih banyak masyarakat yang tidak paham dengan sistem
pencontrengan. Yang semua ini kalau tidak deselesaikan secara cepat dan tepat
maka kondisi ini akan mengancam kualitas proses demokrasi di Indonesia.
Seperti
yang diperdebatkan akhir-akhir ini, dirubahnya sistem dari nomor urut menjadi sistem
suara terbanyak untuk pemilu legeslatif banyak menuia kontroversi. Sejak
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 214
Undang-undang (UU) No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif,
dengan berat hati partai yang sudah siap dengan sistem nomor harus merombak
ulang.
Ancaman
Demokratisasi
Meski
landasan konsituen dari keputusan tersebut adalah sesuai dengan undang-undang
dasar 1945, namun tetap saja dari keputasan MK tersebut menimbulkan dampak
negatif. Dapat kita perhatikan, dari sistem suara terbanyak. Calon hanya
mengandalkan popularitas semata dan mempunyai massa banyak tanpa diiringi
kamampuan SDM yang berkulitas. Kalau hal
ini benar terjadi, maka kedepannya lembaga legeslatif akan didominasi kader
partai yang hanya mempuyai massa banyak karena populernya atau bisa jadi karena
banyak menyebar duit (money politics) tanpa memliki kemampuan dalam
melaksanakan tugas sebagai wakil rakyat. Padahal, kalau menggunakan sistem
nomor urut, yang berkualitas pasti ditaroh di nomor urut paling atas oleh
partai politiknya. Dengan demikian peluang orang yang brkulitas secara
kamampuan akan lebih besar dibandingkan calon yang hanya mengandalkan
popilaritas.
Dalam
kehidupan bersosial laki-laki mempunyai peran lebih untuk dekat dengan
masyarakat, realitas itulah Penulis meyakini perempuan akan memperoleh suara
sedikit pada pemilu nanti. Dengan demikian adanya kemotmen bersama dalam
atmosfir perpolitikan Indonsia untuk memaksimalkan kuota perempuan sebanyak 30
persen juga akan termentahkan dengan sistem suara terbanyak. Kalau memang
konsisten memperjuangkan kaum perempuan, mestinya ada uapaya tertentu agar
peluang kaum perempuan tidak terhalang dengan hadirnya sistem suara terbanyak.
Sistem
suara terbanyak juga akan memicu persaingan ketat antar partai atau bahkan
intenal partai itu sendiri. Yang semula partai politik sudah menuyiapkan para
kadernya berdasarkan nomer urut, harus merombak awal lagi, padahal waktu sudah
mepet. kondisi ini menjadi kendala bagi para calon untuk mengkampanyekan diri
sebagai calon wakil rakyat. Adanya
persaingan ketat dalam internal partai akan Rahman Tolleng anggota Perhimpunan
Pendidikan Demokrasi mengatakan beberapa hari yang lalu mengataakan melalui keputusan
menganulir sistem itu, mahkamah dinilai telah memotong prinsip demokrasi dengan
berdasarkan angka statistik. Dengan demikian apapun dalinya, tetaplah dengan
sistem suara terbanyak lebih banyak dampak negatif, dari pada positifnya.
Mungkin bisa dalam kontek tidak sekarang.
Persolan
lain yang harus diperhatikan juga oleh pemerintahan, terkait dengan sistem
contreng. Sampai saya membuat opini ini, data dari hasil survei para partai
politik, Koran-koran dan berita televisi menyebutkan rata-rata masyarakat belum
paham dengan sistem contreng sekarang. Mereka baru sebatas mendengar saja, tapi
belum ada sosialisasi secara langsung dari KPU setempat. Sungguh ironis
realitas ini. Pemilu lebih kurang masih satu bulan lagi, tapi masih banyak
belum paham sistem pencoblosan. Pemerintah harus mengambil langkah cepat agar
kondisi ini tidak mengusik kualitas preses demikrasi Indonesia. Kiranya tidak
salah media-media memvonis persiapan pemilu 2009 ini mengkhuwatirkan, dan tak
tangung-tangung Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid mengamini kalkulasi dari para
media. Banyak organisasi- organisasi, LSM dan forum seminar yang
memperbincangkan kitidakan mulusan pemilu kali ini.
Langkah
Kuratif Pemerintah
Sekian
persolan meumpuk yang akan menyelimuti prosesisasi pentuan caleg 2009 ini tidak
serta-merta hanya diberbincangkankan belaka. Pihak-pihak terkati terutaman
pemerintah perlu memberikan langkah kuratif agar atmosfir kekhuwtiran pada
pemilu ini tidak terdengar lagi. Kalau saja pemerintah lamban mengatasi masalah
ini, artinya dari KPU tidak bergerak cepat memberikan pemahaman pada masyarakat
biasa, maka kondisi ini akan mengancam demokrasi negeri ini yang sudah
dipandang oleh dunia berjalan secara dewasa.
Sejauh
pengmatan dan pemahaman penulis ada beberapa suara dari masyarakat yang harus
direspon oleh pemerintah. Pertama, perlu adanya perpu agar elemen
terkait–partai politik, KPU daerah pemilihan masing-masing tidak
terkatung-katung dan adanya kitegasan apa yang sudah diputuskan oleh MK.
Semisal perlu adanya peraturan khusus bagi caleg perempuan. Bagaimana bentuk
undang-undanya agar kuoto perempuan delembaga legeslatig tersebut bisa
terpenuhi. Kedua, KPU pusat memaksimalkan proses sosialisasi dengan cara
lebih banyak simbolasi langsung ke desa-desa terpencil. Ini dikarenakan rendahnya
pengetahuan masyrakat adanya perubahan sistem baru. Kalau simbolisasi tidak
maksimal, makan akan berujung banyak suara yang tidak sah, dan hal ini akan
menunjukan kinerja dari pemerintah kurang cermat.
Ketiga,
para partai politik
menujua satu tujuan–pemilu yang jujur, adil, damai, dan sportig dalam
berdemokrasi tanpa menanggalakan kepentingan partai, yaitu menggapai kemengan.
Kalau hal ini bisa dipahami semua kader partai politik, secara tidka langsung
tercipta kometmen bersama membantu pihak yang terkait untuk mensukseskan pemilu
ini. Dengan demikian kekhawatirkan kita pada pemilu ini hanya menjadi sebuh bayang-bayang
belaka menajadi sebuah mimpin indah dialam nyata.
Tentulah
kita bersama memilki impian pemilu legeslatif 2009 ini berjalan secara damai
dan tak kala penting melahirkan para wakil rakyat yang mempunyai kemampuant
untuk melaksanakan tanggung jawab sebagau wakil rakyat dan memperjungkan
kepentingan rakayat, bukan merong-rong hak rakyat. Cukuplah masa lalu dijadikan
pelajaran, banyak pejabat senayan yang terlibat kasus korupsi, harus dijadikan
pembelajran untuk para cale yang terpilih nanti.
*) Penulis adalah staf redaksi LPM Rhetor
Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta dan Ketua Umum Forum Komunikasi Mahasiswa Manajemen Dakwah (FKM-MD) se-Indonesia
Hp 085643975045
No Rekening 79332672 BNI Cabang UGM
Yogyakarta atas nama Abu Laka
maka
harus dibuat aturan tertentu terkait dengan caleg perempuan. Maka, menurut
hemat penulis, disinilah signifikansi keputusan MK harus di follow up dengan
Perpu. Sehingga nantinya hal-hal yang yang dicemaskan oleh pihak terkait akan
dicarikan solusinya dalam perpu tersebut.
Tidak ada komentar: