Menakar Keadilan Hukum Kita - Abulaka Archaida

Selasa, 20 September 2016

Menakar Keadilan Hukum Kita



“Naskah Resensi 2009*
Menakar Keadilan Hukum Kita
Oleh : M. Abu Laka SY *)

Judul Buku   : Penegakan Hukum : Suatu Tinjauan Sosiologis
Penulis                      : Prof. Dr. Satjipto Raharjdo, SH
Edisi               : April 2009
Penerbit         : Gentai Publishing Yogyakarta
Tebal              : XVI + 168 halaman

Lahirnya hukum karena adanya ketidakseimbangan dalam realitas kehidupan manusia. Dengan demikian, tujuan hukum ditegakkan agar tercipta masyarakat yang damai, harmonis, dan saling menghargai. Seiring perkembangan zaman yang terus berinovasi, seiring itu pula lahir hukum-hukum modern dan makna hukum pun mulai bergeser. Sejatinya penegakkan hukum harus berpegang teguh pada prinsip keadilan. Namun, pada era sekarang (modern), hukum – lembaga peradilan – bukan lagi menjadi tempat mencari keadilan  (searching of justice).

Dalam konteks Indonesia pun demikian. Dan bahkan ironinya, di negeri kita ini banyak terjadi praktek mafia peradilan. Maka, adalah kewajaran jika yang bersalah bisa bebas dari tuntunan hukum dan yang benar bisa saja disalahkan. Realitas diatas terpotret dalam buku Penegakan Hukum : Suatu tinjauan Sosiologis yang dikarang oleh Prof. Dr. Satjipto Raharjdo, SH. Menurut Penulis, inti dari penegakan hukum terletak pada sejauh mana relevansi antara nilai-nilai yang terkandung dalam hukum tersebut dengan realitas yang tercipta, yaitu adanya harmonisisasi kehidupan masyarakat.

Lanjut Raharjdo, adannya inovasi pengadilan (baca : hukum modern) yang dilahirkan oleh manusia tidak kemudian menjamin nilai-nilai keadilan (justice values) pasti tercipta. Karena, hukum dijalankan dengan sekian regulasi, prosedural dan administrasi. Dengan demikian manusialah (pemegang sistem) yang berperan andil dalam supremasi hukum tersebut.

Maka kemudian patut dipertanyakan apakah hukum benar-benar ditegakan atas nama perdamaian umat manusia atau hanya untuk kepentingan golongan, para pejabat dan orang-orang kaya. Pertanyaan ini yang selanjutnya dimplementasikan dalam sebuah kontrol sosial yang harus dilakukan oleh semua pihak. Sehingga penyelewangan hukum lambat-laun akan berkurang dengan sendirinya. Lebih lanjut Raharjdo mengatakan realitas penghiatan terhadap penegakan hukum sudah bukan menjadi aib lagi bagi khalayak masyarakat Indonesia.

Hukum dibuat seolah-olah hanya sebagai ritual melepaskan kewajiban lembaga. Hakikat atribut hukum – keadilan dan kultur masyarkat – sudah tidak lagi menjadi ruh penegakan hukum di Indonesia. Padahal Raharjdo mengidealkan, bahwa dalam menegakan hukum ada perihal substansial yang perlu diperhatikan. Dalam penegakan hukum : hukum mempunyai hubungan timbal balik dengan masyarakat, maka harus memperhatikan kultur masyarakat. Sehingga, ketika hukum tersebut dihadirkan ditengah masyarkat, ia akan memberikan dampak positf dan mencitakan perdamaian atas sesama. (hal. 31)

Suatu karya ditulis berangkat dari realitas kehidupan dan ditulis dengan gaya analisis yang tajam dan didukung kompetensi keilmuan Raharjdo yang tidak diragukan lagi dalam bidang hukum, menjadi nilai lebih tersendiri bagi buku ini. Bagi siapa saja yang concern dalam ranah hukum, baik kalangan akademik atau lembaga penegak hukum layak untuk membaca buku ini.

Tidak ada komentar:

@abulaka