Narkoba, PR Pemerintah Yang Terpilih (refleksi hari anti narkoba dunia) - Abulaka Archaida

Rabu, 21 September 2016

Narkoba, PR Pemerintah Yang Terpilih (refleksi hari anti narkoba dunia)


Oleh : M. Abu Laka SY *)
Nampaknya problem penyalagunaan Narkoba kian rumit untuk diselasaikan. Kalau diibaratkan seperti penyakit, maka kasus narkoba di Indonesia sudah pada tingkatan komplikasi, karena sudah mengakar ke berbagai lini kehidupan. Bagaimana tidak! Kasus narkoba yang berhasil diungkap oleh pihak berwajib, ternyata tidak hanya terjadi dikota-kota besar, orang-orang elit dewasa. Namun pekerjaan haram tersebut sudah merambat ke sekolah-sekolah–bahkan anak-anak SD pun mulai berani, dan juga pondok pesantren.

Fakta ini harus ditanggapi serius oleh semua pihak, khususnya pemerintah sebagai pihak yang berwenang. Adalah kesalahan besar kalau pemerintah tidak memperioritaskan penanganan kasus ini. Permasalahan Narkoba bukan saja persoalan individu, namun dia (narkoba-red) adalah problem bersama–masyarakat dan bahkan Nagera. Apalagi Indonesia merupakan sasaran empuk perdagangan gelap narkoba jaringan Internasional, Acap kali, Indonesia sering disebut salah satu Negara konsumen barang-barang terlarang tersebut.

Dari yang semula dijuluki Negaran konsumen, sekarang naik tingkat menjadi Negara produsen narkoba. Julukan tersebut cukup beralasan, karena satu tahun terakhir ini banyak ditemukan gudang dan pabrik pembuatan obat-obat terlarang tersebut, yang produksinya dalam skala besar. Seperti, pabrik ekstasi di Bekasi dan gudang pembuatan sabu-sabu di Jakarta yang omsetnya mencapai miliaran rupiah. Sungguh Ironis Negara kita. Siapa yang tidak miris mendengarnya. Setiap predikat yang kita sandang, selalu saja pada wilayah-wilayah negatif, seperti Negara terkorup, tertinggi penggundulan hutan, terbanyak penyumbang emisi dunia, begitu juga dalam ranah pendidikan dan SDM.

Betapa tingginya kasus Narkoba di Indonesia dapat kita bisa lihat data sebagai beriktu : pada tahun 2004 terjadi 8.409 kasus, 2005 terjadi 16.252 kasus, 2006 terjadi 17.355 kasus, 2007 terjadi 22.630 kasus, 2008 terjadi 29.359 kasus.  Kalau dihitung dengan prosentase, maka kasus narkoba di Indonesa periode tahun 2004–2008 (selama pemerintahan SBY-JK) pertumbahannya 40,05 % /tahun (Sumber : Dit IV/Narkoba, Januari 2009). Sungguh angka yang pantastis.

Tentunya fakta ini menjadi catatan penting bagi pemerintahan yang berkuasa sekarang. Selanjutnya, akan menjadi rekomendasi pemerintah yang terpilih nanti. Selain pemberantasan Korupsi dan mengentas kemiskinan, kasus narkoba juga menjadi program perioritas yan harus diselesaikan secepat mngukin. Kalau hal ini dibiarkan begitu saja, mungkin pengguna narkoba akan terus meningkat. Entah apa yang akan terjadi dengan masadepan genarasi muda bangsa ini.

Dibutuhkan Regulasi Tegas
Sejatinya pemerintah sudah melakukan ikhtiar melalui jalur hukum, seperti Undang-undang (UU) untuk penyalahgunaan narkoba yaitu UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika dan UU No.22 tahun 1997 tentang Narkotika. Kemudian, dengan menggejalanya Narkoba dikonsumsi anak-anak dibawa umur. Sebagaimana data yang dingkap adalah anak usia 8 tahun sudah memakai ganja, lalu di usia 10 tahun, anak-anak menggunakan narkoba dari beragam jenis, seperti inhalan, ganja, heroin, morfin, ekstasi, dan sebagainya (riset BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia).

Seiring dengan fakta tersebut pemerintah mengeluarkan UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 dalam pasal 20 sudah menyatakan bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak dari semua kasus, termasuk bahaya dari narkoba (lihat lebih lengkap di UU Perlindungan Anak). Namun, kenyataannya kasus penyalagunaan narkoba semakin meningkat dari tahun ketahun, begitupun anak-anak dibawah umur. Maka timbul pertanyaan, mengapa realitas ini bisa terjadi. Apakah hukum yang telah dibuat pemerintah masih terlalu ringan untuk menjerat para pelaku penyalagunaan narkoba. Saya kira ada benarnya, sehingga para pelaku tidak ada jerahnya.

Kalau benar demikian, nampaknya pemerintah harus meninjau kembali hukum (yudicial review) yang telah mengatur pelanggaran kasus narkoba. Ciptakanlah hukum yang setegas-tegasnya, tidak ada proses pengampunan, bila perlu hukuman mati. Khususnya para sindikat pengedar narkoba, bandar besar yang telah memproduksi barang tercela tersebut dalam jumlah besar. Pertimbangannya adalah lebih baik kita menghukum mati (menghilangkan nyawa satu orang) dari pada satu orang tersebut dapat merusak puluhan, bahkan ratusan orang dengan pejualan narkobanya. Dos, apalagi kalau korbannya adalah generasi muda. Alih-alih, bagaimana masadepan Bangsa ini. Padahal generasi muda adalah harapan kita bersama yang akan membangun Negara ini kedepan.

Pada ranah lain, pemerintah perlu membuat peraturan Daerah (perda) yang mengatur penyalagunaan narkoba. Misal, dalam perda tersebut membuat aturan setiap instansi pemerintah melaksanakan tes bebas narkoba sebagai persyaratan PNS. Peraturan ini, mungkin langkah yang cukup sederhana, namun paling tidak usaha ini merupakan salah satu medium pencegahan penyalagunaan narkoba.

Gerakan Youth Againts Drugs
Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Barangkali kredo tersebut cocok untuk kita gunakan dalam membangun gerakan anti Narkoba, itupun kalau kita menganggab pemerintah lambat menanganinya. Menurut hemat penulis, tanggung jawab membrantas penyalagunaan narkoba harus dilakukan oleh semua elemen. Tentunya kaum mudalah yang perlu kita kontrol pertama kali. Paling tidak ada beberapa ranah untuk kita dapat mencega kaum muda agar bebas dari narkoba. Pertama, lingkungan keluaga. Pada ranah ini, orang tualah yang berperan dominan terhadap anak-anak mereka.
Kedua, lingkungan sekolah. Dimana pihak sekolah bisa melaksanakan program penyuluhan tentang penyalagunaan narkoba. Atau dari sekolah melaksanakan tes bebas narkoba pada semua siswa setiap tahu sekali. Bila perlu pemerintah membuat program gerakan anti narkoba yang menitikberatkan pada anak usia sekolah (school-going age oriented). Dengan demikian pada usia dini, mereka sudah memahami betapa bahayanya narkoba. Saya kira Mind-set yang ditanam sejak kecil akan dibawah sampai dewasa.

Ketiga, lingkungan masyarakat. Ruang kontrol yang dilakukan pada wilayah publik, pada ranah inilah diperlukan kerjasama semua elemen, seperti LSM, instansi pendidikan, lembaga dakwah,  instansi kesehatan, pemerintahan setempat maupun pusat dan lembaga-lembaga lain yang concern dengan kesahatan. Kalau semuanya telah bersatu melawan penyalagunaan narkoba, maka akan tercipta kontrol yang efektif, efisien dan maksimal. Sehingga pada peringatan hari anti narkoba sedunia sekarang dapat menemukan momentumnya, kalau kesempatan ini kita gunakan semangat bersama untuk menciptakan gerakan anti narkoba.

Kalau kebersamaan tersebut terjaga dalam jenjang lima tahun kedepan. Bukan tidak mungkin penyalagunaan narkoba akan habis terkikis. Hingga dambaan kita yang selalu mendengungkan gerakan anti narkoba, betul-betul terealisasi. Maka pada akhirnya suatu keniscayaan bagi semua elemen menciptakan gerakan generasi mudah anti narkoba. Hingga kedepannya anak-cucu kita akan terbebes dari cengkraman barang-barang haram tersebut.


2009

Tidak ada komentar:

@abulaka