Oleh : Abu Laka[2]
Berbicara Pers secara
umum ada beberpa hal yang perlu dipahami terlebih dahulu. Pada hakikatnya pers
mempunyai beberapa fungsi, diantaranya education function (fungsi pendidikan) ,
Information (sumber informasi), entertainment (hiburan) dan social control
(fungsi kontrol sosial). Hal itulah, membuat dunia pers tidak bisa lepas dari
sejarah manusia.
Ditambah lagi
pernyataan Mark Twain bahwa dua hal yang membuat dunia ini terang, sinar
matahari di langit dan perkembangan pers di muka bumi ini. Pers sendiri memang
tidak bisa dipisahkan kaitannya dengan macam ragam informasi yang dibutuhkan
oleh manusia dalam menjalani peradabannya. Mulai dari persoalan corak warna
hidup sampai hal yang detail sekalipun tentang sebuah eksistensi kehidupan dan
juga pengembangan wacana ilmu pengetahuan yang kian berkembang.
Dalam konteks pers
mahasiswa atau yang sering kita sebut LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) juga tidak
bisa dipisahkan dengan sejarah kemerdekaan Indonesia. Karena berbicara Pers Mahasiswa berarti ada
kaitannya dengan gerakan pemuda. Sedangkan peran pemuda sangat signifikan dalam
mengawal kemerdekaan Indonesia.
Pers Mahasiswa Jaman Kolonial
Belanda (1914-1941)
Pers mahasiswa lahir se-mainstream dengan
munculnya gerakan kebangkitan Nasional yang di tulangpunggungi oleh pemuda,
pelajar dan mahasiswa. Pers Mahasiswa waktu itu menjadi alat untuk menyebarkan
ide-ide perubahan yang menitik beratkan pada kesadaran rakyat akan pentingnya
arti sebuah kemerdekaan. Dalam era ini bermunculan Hindia Putra (1908), Jong
Java (1914), Oesaha pemoeda (1923) dan Soeara Indonesia Moeda (1938) yang
secara gigih dan konsekuen atas keberpihakannya yang jelas pada perjuangan
kemerdekaan.
Dalam era ini Nugroho Noto Susanto
mengungkapkan bahwa Pers Mahasiswa Indonesia sesungguhnya mulai timbul dari
zaman kolonial Belanda. Akan tetapi, Pers Mahasiswa dalam kurun waktu ini
dipandang kurang terdapat suatu pergerakan Pers mahasiswa yang sedikit banyak
profesional. Dan baru sesudah era kemerdekaan Pers Mahasiswa memulai kiprahnya
ke arah profesional.
Jaman Pendudukan Jepang
Dalam era ini, tidak terlalu banyak tercatat
kemajuan berarti karena masa ini para mahasiswa dan pemuda sibuk dalam
perjuangan politik untuk kemerdekaan Indonesia.
Jaman Demokrasi Liberal
Dari tahun 1945-1948, belum banyak Pers
Mahasiswa yang lahir secara terbuka karena para Mahasiswa dan Pemuda terlibat
secara fisik dalam usaha membangun bentuk Republik Indonesia. Penulis mencatat
pada era Majalah IDEA yang diterbitkan oleh PMIB yang kemudian berganti PMB
pada tahun 1948. Setelah Tahun 1950 barulah Pers Mahasiswa Indonesia mengalami
pertumbuhan yang pesat. Kemudian komunitas Pers Mahasiswa Indonesia mengalami
salah satu puncaknya di era ini.
Atas inisiatif Majalah Gama, diadakan
konferensi I bagi Pers Mahasiwa Indonesia. Konferensi menghasilkan dua
organisasi yaitu Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia (IWMI yang ketuanya T
Yacob) dan Serikat Pers Mahasiswa Indonesia (SPMI yang ketuanya adalah Nugroho
Notosusanto).
Kemudian Tanggal 16-19 Juli 1958 dilaksanakan
konperensi Pers Mahasiswa ke II yang menghasilkan peleburan IWMI dan SPMI
menjadi IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia) karena anggapan perbedaan antara
kegiatan perusahaan pers mahasiswa dan dan kegiatan kewartawanan sulit
dibedakan dan dipisahkan.
Jaman Demokrasi Terpimpin
(1959-1966)
Dalam sistem politik terpimpin ini,
pemerintah melakukan kontrol ketat terhadap kehidupan Pers. Bagi media Pers
yang tidak mencantuman MANIPOL USDEK dalam AD/ART (anggaran dasar dan anggaran
rumah tannga) nya akan mengalami pemberangusan. Artinya Pers kala itu harus jelas menyuarakan
aspirasi partai politik tertentu.
Setelah pemberlakuan peraturan Presiden
Soekarno tentang MANIPOL USDEK, IPMI sebagai lembaga yang Independen mengalami
krisis eksistensi karena dalam tubuh IPMI sendiri terdapat kalangan yang
menginginkan tetap independen, menyuarakan aspirasi rakyat dan ada yang
mengarah ke pola partisan (memihak parpol/kelompok tertentu). Akhinya pada saat
itu, banyak Lembaga Pers mahasiswa yang mengalami kemunduran dan kematian,
akibat pukulan politik ekonomi ataupun dinamika kebangsaan yang berkembang
saaat itu.
Jaman Orde Baru
Setelah peristiwa G.30.S/PKI IPMI sebagai
Lembaga Pers Mahasiswa Indonesia terlibat penuh dalam usaha pelenyapan
Demokrasi Terpimpin dan akhirnya melahirkan Aliansi Segitiga (Aktivis Pers
Mahasiswa, Militer dan Teknokrat) untuk menghancurkan kondisi yang membelenggu
bangsa dalam Outhoritarian. Di era ini tebit harian KAMI yang terkemuka yaitu
Mahasiswa Indonesia (Jabar), Mimbar Demokrasi (Bandung) dan keduanya adalah
penebitan resmi IPMI.
Dengan dipengaruhi keputusan format baru
perpolitikan Indonesia bahwa kegiatan politik diatur oleh pemerintah dan
ditambah kebijaksanaan bagi aktivitas dunia kemahasiswaan harus melakukan back
to campus. Kemudian adanya kebijaksanaan Pemerintah tentang penyerdehanaan
partai Tahun 1975, dilanjutkan dengan disetujuinya keputusan pemerintah oleh
sebagian anggota IPMI bahwa Pers Mahasiswa harus kembali ke kampus maka dalam
Kongres III pada tahun akhirnya IPMI dipaksa untuk back to campus. Terpaksa
kemunduran pun terjadi lagi dalam tubuh IPMI, perlahan-lahan Media-media pers
mahasiswa yang ada di luar kampus banyak yang berguguran.
IPMI kemudian melakukan kongresnya yang ke IV
pada bulan Maret 1976 di Medan. Dalam kongres itu, IPMI belum mampu keluar dari
permasalahan hidup antara di luar atau di dalam kampus. Akhirnya, IPMI gagal
dalam mencari Eksistensinya, tidak menghasilkan AD/ART baru ditambah IPMI banyak
ditinggalkan oleh LPM anggota yang memang pada saat itu terlalu enjoy mengurusi
urusan di dalam kampus masing-masing sehingga lupa kewajiban organisasi skala
nasional yang dulu pernah dibentuk bersama..
Pada sekitar awal tahun 1978, Media Umum banyak
yang di breidel sebagai cermin ketakutan penguasa waktu itu dengan institusi
pers,
sebagai contoh KOMPAS, SINAR HARAPAN, MERDEKA, INDONESIA TIMES dan masih banyak
lagi yang lainnya. Akibatnya, “dunia” pers yang kosong diisi oleh Pers
Mahasiswa Indonesia tentunya dengan pemberitaan khas sebagai cerminan Pers
Mahasiswa yaitu kritis, berani dan keras. Era ini, oplah Surat Kabar
Mahasiswa mencapai puncaknya.
Dari Pers Mahasiswa Menuju
PPMI (Era 90-an).
Setelah “Vacum” akibat pembredelan sebagai
buntut peristiwa Malari, 15 Januari 1974 dan strukturisasi kelembagaan
mahasiswa di bergbagi perguruan tinggi melalui NKK/BKK. Pers mahasiswa (persma)
pasca 1980-an kembali. Ditandai dengan terbitnya berbagai media mahasiswa misalnya,
Balairung – UGM – 1985, Solidaritas Universitas Nasional Jakarta – 1986, Sketsa
Universitas Jenderal Soedirman 1988, Pendapa Universitas Sarjana Wiyata Taman
Siswa 1988, Akademika Universitas Udayana 1983- dan lain-lainya, usaha-usah
unutk menata kembali jaringan komunikasi dann penggalangan komitmenn pers
mahasiswa mulai dirintis.
Dari kongres pertama kumpulan pers mahasiswa
menhgasilkan kesepakatan terbentuknya wadah tingkat nasional yang bernama
“Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia” yang disingkat PPMI tanggal 15
Oktber 1992 Pukul 16.29 WIB yang disahkan pada sidang pleno 17 Oktober 1992.
Dalam tujuan pendirian PPMI, dua tekanan yang hendak dicapai adalah :
Pertama, Mewujudkan cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia seperti yang dimaksud dalam pembukaan UUD
1945.
Kedua, Membina daya upaya perhimpunan untuk turut
mengarahkan pandangan umum di kalangan mahasiswa dengan berorientasi
kemasyarakatan, dan bertanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pers Mahasiswa
bukanlah sama dengan pers umum yang mencover berita-berita yang bersifat
informatif saja, namun pers mahasiswa diharapkan mampu mengkaji permasalahan
sosial yang diberitakan dengan analisis keilmuan dan kemasyarakatan secara
kritis akademis serta obyektif. Pers Mahasiswa harus berani memberitakan fakta yang benar dan jujur kepada
masyarakat dengan tidak meninggalkan kandungan nilai-nilai humanitas yang harus
tetap dipegangnya.
Beberapa pandangan dari para perintis PPMI
menginginkan bahwa PPMI diharapkan mampu mendorong tercapainya pers mahasiswa
yang simultan dengann fungsi mahasiswa (sebagai intelektual yang kritis,
obyektif, terbuka dan etis. Kemudian untuk mensosialisasikan format gerakan
dalam perhimpunan ini, PPMI dalam kinerjanya hendaknya terus menerus melakukan
konsolidasi ke tiap-tiap penerbitan pers mahasiswa diberbagai daerah. Hal ini
tentunya memerlukan waktu dan tenaga yang panjang dan merupakan tantangan yang
tidak ringan untuk diselesaikan PPMI dalam waktu singkat dan membutuhkan
partisipasi dari pegiat PPMI dalam mengupayakannya.
Tidak ada komentar: