Pers dan Mahasiswa[1] - Abulaka Archaida

Rabu, 21 September 2016

Pers dan Mahasiswa[1]


Oleh : Abu Laka[2]

Berbicara Pers secara umum ada beberpa hal yang perlu dipahami terlebih dahulu. Pada hakikatnya pers mempunyai beberapa fungsi, diantaranya education function (fungsi pendidikan) , Information (sumber informasi), entertainment (hiburan) dan social control (fungsi kontrol sosial). Hal itulah, membuat dunia pers tidak bisa lepas dari sejarah manusia.

Ditambah lagi pernyataan Mark Twain bahwa dua hal yang membuat dunia ini terang, sinar matahari di langit dan perkembangan pers di muka bumi ini. Pers sendiri memang tidak bisa dipisahkan kaitannya dengan macam ragam informasi yang dibutuhkan oleh manusia dalam menjalani peradabannya. Mulai dari persoalan corak warna hidup sampai hal yang detail sekalipun tentang sebuah eksistensi kehidupan dan juga pengembangan wacana ilmu pengetahuan yang kian berkembang.
Dalam konteks pers mahasiswa atau yang sering kita sebut LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) juga tidak bisa dipisahkan dengan sejarah kemerdekaan Indonesia. Karena berbicara Pers Mahasiswa berarti ada kaitannya dengan gerakan pemuda. Sedangkan peran pemuda sangat signifikan dalam mengawal kemerdekaan Indonesia.

Pers Mahasiswa Jaman Kolonial Belanda (1914-1941)
Pers mahasiswa lahir se-mainstream dengan munculnya gerakan kebangkitan Nasional yang di tulangpunggungi oleh pemuda, pelajar dan mahasiswa. Pers Mahasiswa waktu itu menjadi alat untuk menyebarkan ide-ide perubahan yang menitik beratkan pada kesadaran rakyat akan pentingnya arti sebuah kemerdekaan. Dalam era ini bermunculan Hindia Putra (1908), Jong Java (1914), Oesaha pemoeda (1923) dan Soeara Indonesia Moeda (1938) yang secara gigih dan konsekuen atas keberpihakannya yang jelas pada perjuangan kemerdekaan.

Dalam era ini Nugroho Noto Susanto mengungkapkan bahwa Pers Mahasiswa Indonesia sesungguhnya mulai timbul dari zaman kolonial Belanda. Akan tetapi, Pers Mahasiswa dalam kurun waktu ini dipandang kurang terdapat suatu pergerakan Pers mahasiswa yang sedikit banyak profesional. Dan baru sesudah era kemerdekaan Pers Mahasiswa memulai kiprahnya ke arah profesional.

Jaman Pendudukan Jepang
Dalam era ini, tidak terlalu banyak tercatat kemajuan berarti karena masa ini para mahasiswa dan pemuda sibuk dalam perjuangan politik untuk kemerdekaan Indonesia.

Jaman Demokrasi Liberal
Dari tahun 1945-1948, belum banyak Pers Mahasiswa yang lahir secara terbuka karena para Mahasiswa dan Pemuda terlibat secara fisik dalam usaha membangun bentuk Republik Indonesia. Penulis mencatat pada era Majalah IDEA yang diterbitkan oleh PMIB yang kemudian berganti PMB pada tahun 1948. Setelah Tahun 1950 barulah Pers Mahasiswa Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat. Kemudian komunitas Pers Mahasiswa Indonesia mengalami salah satu puncaknya di era ini.

Atas inisiatif Majalah Gama, diadakan konferensi I bagi Pers Mahasiwa Indonesia. Konferensi menghasilkan dua organisasi yaitu Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia (IWMI yang ketuanya T Yacob) dan Serikat Pers Mahasiswa Indonesia (SPMI yang ketuanya adalah Nugroho Notosusanto).
Kemudian Tanggal 16-19 Juli 1958 dilaksanakan konperensi Pers Mahasiswa ke II yang menghasilkan peleburan IWMI dan SPMI menjadi IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia) karena anggapan perbedaan antara kegiatan perusahaan pers mahasiswa dan dan kegiatan kewartawanan sulit dibedakan dan dipisahkan.

Jaman Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Dalam sistem politik terpimpin ini, pemerintah melakukan kontrol ketat terhadap kehidupan Pers. Bagi media Pers yang tidak mencantuman MANIPOL USDEK dalam AD/ART (anggaran dasar dan anggaran rumah tannga) nya akan mengalami pemberangusan. Artinya Pers kala itu harus jelas menyuarakan aspirasi partai politik tertentu.

Setelah pemberlakuan peraturan Presiden Soekarno tentang MANIPOL USDEK, IPMI sebagai lembaga yang Independen mengalami krisis eksistensi karena dalam tubuh IPMI sendiri terdapat kalangan yang menginginkan tetap independen, menyuarakan aspirasi rakyat dan ada yang mengarah ke pola partisan (memihak parpol/kelompok tertentu). Akhinya pada saat itu, banyak Lembaga Pers mahasiswa yang mengalami kemunduran dan kematian, akibat pukulan politik ekonomi ataupun dinamika kebangsaan yang berkembang saaat itu.

Jaman Orde Baru
Setelah peristiwa G.30.S/PKI IPMI sebagai Lembaga Pers Mahasiswa Indonesia terlibat penuh dalam usaha pelenyapan Demokrasi Terpimpin dan akhirnya melahirkan Aliansi Segitiga (Aktivis Pers Mahasiswa, Militer dan Teknokrat) untuk menghancurkan kondisi yang membelenggu bangsa dalam Outhoritarian. Di era ini tebit harian KAMI yang terkemuka yaitu Mahasiswa Indonesia (Jabar), Mimbar Demokrasi (Bandung) dan keduanya adalah penebitan resmi IPMI.

Dengan dipengaruhi keputusan format baru perpolitikan Indonesia bahwa kegiatan politik diatur oleh pemerintah dan ditambah kebijaksanaan bagi aktivitas dunia kemahasiswaan harus melakukan back to campus. Kemudian adanya kebijaksanaan Pemerintah tentang penyerdehanaan partai Tahun 1975, dilanjutkan dengan disetujuinya keputusan pemerintah oleh sebagian anggota IPMI bahwa Pers Mahasiswa harus kembali ke kampus maka dalam Kongres III pada tahun akhirnya IPMI dipaksa untuk back to campus. Terpaksa kemunduran pun terjadi lagi dalam tubuh IPMI, perlahan-lahan Media-media pers mahasiswa yang ada di luar kampus banyak yang berguguran.

IPMI kemudian melakukan kongresnya yang ke IV pada bulan Maret 1976 di Medan. Dalam kongres itu, IPMI belum mampu keluar dari permasalahan hidup antara di luar atau di dalam kampus. Akhirnya, IPMI gagal dalam mencari Eksistensinya, tidak menghasilkan AD/ART baru ditambah IPMI banyak ditinggalkan oleh LPM anggota yang memang pada saat itu terlalu enjoy mengurusi urusan di dalam kampus masing-masing sehingga lupa kewajiban organisasi skala nasional yang dulu pernah dibentuk bersama..

Pada sekitar awal tahun 1978, Media Umum banyak yang di breidel sebagai cermin ketakutan penguasa waktu itu dengan institusi pers, sebagai contoh KOMPAS, SINAR HARAPAN, MERDEKA, INDONESIA TIMES dan masih banyak lagi yang lainnya. Akibatnya, “dunia” pers yang kosong diisi oleh Pers Mahasiswa Indonesia tentunya dengan pemberitaan khas sebagai cerminan Pers Mahasiswa yaitu kritis, berani dan keras. Era ini, oplah Surat Kabar Mahasiswa mencapai puncaknya.
                                                                                                    
Dari Pers Mahasiswa Menuju PPMI (Era 90-an).
Setelah “Vacum” akibat pembredelan sebagai buntut peristiwa Malari, 15 Januari 1974 dan strukturisasi kelembagaan mahasiswa di bergbagi perguruan tinggi melalui NKK/BKK. Pers mahasiswa (persma) pasca 1980-an kembali. Ditandai dengan terbitnya berbagai media mahasiswa misalnya, Balairung – UGM – 1985, Solidaritas Universitas Nasional Jakarta – 1986, Sketsa Universitas Jenderal Soedirman 1988, Pendapa Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa 1988, Akademika Universitas Udayana 1983- dan lain-lainya, usaha-usah unutk menata kembali jaringan komunikasi dann penggalangan komitmenn pers mahasiswa mulai dirintis.

Dari kongres pertama kumpulan pers mahasiswa menhgasilkan kesepakatan terbentuknya wadah tingkat nasional yang bernama “Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia” yang disingkat PPMI tanggal 15 Oktber 1992 Pukul 16.29 WIB yang disahkan pada sidang pleno 17 Oktober 1992. Dalam tujuan pendirian PPMI, dua tekanan yang hendak dicapai adalah :
Pertama, Mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia seperti yang dimaksud dalam pembukaan UUD 1945.

Kedua, Membina daya upaya perhimpunan untuk turut mengarahkan pandangan umum di kalangan mahasiswa dengan berorientasi kemasyarakatan, dan bertanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pers Mahasiswa bukanlah sama dengan pers umum yang mencover berita-berita yang bersifat informatif saja, namun pers mahasiswa diharapkan mampu mengkaji permasalahan sosial yang diberitakan dengan analisis keilmuan dan kemasyarakatan secara kritis akademis serta obyektif. Pers Mahasiswa harus berani memberitakan fakta yang benar dan jujur kepada masyarakat dengan tidak meninggalkan kandungan nilai-nilai humanitas yang harus tetap dipegangnya.

Beberapa pandangan dari para perintis PPMI menginginkan bahwa PPMI diharapkan mampu mendorong tercapainya pers mahasiswa yang simultan dengann fungsi mahasiswa (sebagai intelektual yang kritis, obyektif, terbuka dan etis. Kemudian untuk mensosialisasikan format gerakan dalam perhimpunan ini, PPMI dalam kinerjanya hendaknya terus menerus melakukan konsolidasi ke tiap-tiap penerbitan pers mahasiswa diberbagai daerah. Hal ini tentunya memerlukan waktu dan tenaga yang panjang dan merupakan tantangan yang tidak ringan untuk diselesaikan PPMI dalam waktu singkat dan membutuhkan partisipasi dari pegiat PPMI dalam mengupayakannya.






    [1] Makalah ini disampakan pada pelatihan junalistik LPM Rhetor Fakultas  Dakwah Jum’at, 20 Mei 2011
    [2] Orang yang pernah sekolah di Rhetor  

Tidak ada komentar:

@abulaka